FISIP UNS : Srawung Kampung-Kota 2

FISIP UNS. Potret suatu daerah dapat menggambarkan bagaimana peran warga dalam keikutsertaannya didaerah tersebut. Partisipasi aktif warga akan berkorelasi positif terhadap perubahan menjadi lebih baik. Beberapa contoh didalamnya adalah peran warga didaerah Semanggi dan Kampung Sewu bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia Cabang Surakarta lewat aktivitas Siaga Bencana (SIBAT) dalam mengantisipasi bahaya banjir yang acap kali muncul saat musim penghujan. Contoh lain adalah peran warga di sekitar Kali Winongo lewat pendampingan dari Komunitas FKWA yang menangani permasalahan terkait konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air lewat penanaman pohon, pemasangan patok batas lindung sungai, penyelamatan dan pemanfaatan sumber mata air dan suaka ikan dan penebaran benih ikan telah banyak mengubah warga disekitarnya ikut andil dalam memelihara sungai dan pencegahan bencana yang mungkin ditimbulkannya.
Lewat kegiatan Diskusi Srawung Kampung-Kota #2 2018 yang dilaksanakan Rabu, 17 Oktober 2018 di Ruang Seminar FISIP UNS dan disponsori oleh Prodi S2 Sosiologi dan Kampungnesia Prodi S1 Sosiologi FISIP UNS mencoba kembali memotret dan menghadirkan narasi keseharian kampung dalam beragam dimensi, baik dalam fisik maupun non fisik adalah upaya untuk menempatkan kampung sebagai bagian dari kota. Srawung Kampung-Kota #2 dikemas dalam bentuk diskusi panel dengan menghadirkan Gugun Muhammad dari UPC Jakarta, Endang Rohjiani (dari FKWA ) pegiat di Kali Winongo Yogyakarta dan Sony Waluya (SIBAT) pegiat komunitas untuk siaga bencana berbasis masyarakat di Solo dipandu langsung oleh Akhmad Ramdhon dosen sekaligus penggagas Kampungnesia.
Dalam paparannya Soni Waluyo menyampaikan beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh SIBAT seperti fertimina atau pembuatan pupuk diselingi dengan pemeliharaan ikan yang dapat menambah pendapatan warga sekitar Semanggi dan Kampung Sewu Solo , pemasangan early warning pada sungai Bengawan solo, pemasangan tanggul paraped serta pembelajaran program mitigasi bencana terutama banjir dengan evaluasi dan bagaimana evakuasi mulai dari warga kampung itu sendiri.
Sedangkan Endang Rohjiani, menyampaikan siapa sih yang tidak ingin memiliki hunian layak, nyaman disekitar bantaran sungai sekalipun. Mimpi ini kemudian diupayakan oleh warga kampung bersama komunitas Kampung di sekitar Sungai Winongo menjadi salah satu program yang harus dilakukan secara bersama-sama dan berkelanjutan. Diawali dari ide dari pemerintah menjadikan kawasan bantaran sungai yang layak maka ada gerakan masyarakat yang secara sukarela ikut berpartisipasi. Diawali sejak 2008 maka FKWA berkomitmen menangani 11 kelurahan di perkotaan yang ada disekitar Kali Winongo. Kendala utama adalah terkait ancaman banjir dan tanah longsor yang cukup tinggi. Masyarakat bersama Tim FKWA membuat peta bencana banjir lewat program M3K yaitu Mundur Munggah Madep Kali artinya bahwa batas rumah harus memenuhi akses jalan untuk kondisi darurat seperti masuknya mobil ambulance atau pemadam kebakaran.
Sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh Gugun Muhammad terkait kondisi di Jakarta adalah adanya kepentingan-kepentingan tertentu dari sekelompok golongan yang memiliki “kuasa” untuk menentukan kepentingannya sehingga beberapa aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya terakomodasi. Beberapa kebijakan yang tidak pro masyarakat menimbulkan konflik dimasyarakat diantaranya hilangnya kampung aquarium, penggarukan becak, larangan pedangang asongan ditempat-tempat tertentu.
Apakah dengan larangan tersebut kendala menghilang, ternyata tidak dan masih ada, karena masyarakat masih membutuhkan. Untuk menjembatani beberapa permasalahan tersebut Pemerintah dan masyaralat terdampak berkomitmen membuat kesepakatan bersama dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam kontrak kepentingan diantara pemerintah dan masyarakat, salah satu wujudnya adalah terbentuknya Kampung inspeksi.
Benang merah dari diskusi dan pembelajaran yang dilakukan melalui Srawung Kampung-Kota #2 Tahun 2018 ini adalah fenomena terhadap eksistensi kota yang tumbuh dan membentuk sejarah kota-kota modern saat ini tidak terlepas dari semua sejarah sosial budaya masyarakat yang membentuk kota dan kampung-kampung perkotaan sebelumnya. Menilik keberadaan komunitas masyarakat yang peduli terhadap lingkungan seperti Kampungnesia, Hysteria, Kelompok masyarakat di Kali Winongo, SIBAT dan komunitas lain telah berusaha belajar dan mendokumentasikan kampung-kampung yang ditinggali yang sangat dekat dengan tempat tinggalnya telah mampu menjadi bahan pembelajaran bagi siapapun yang berkepentingan (Maryani FISIP UNS)
FISIP UNS. Srawung Kampung-Kota#2 2018 adalah upaya kolaborasi untuk berbagi dan membangun jejaring pengetahuan kampung-kota yang dikelola oleh kampungnesia, Sosiologi FISIP UNS. Salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan adalah diskusi bersama dalam Srawung Kampung-Kota #2 2018 dengan menghadirkan motivator dari beberapa komunitas yang telah berhasil menggerakkan warganya terkait pemberdayaan masyarakat dengan menghadirkan narasi kampung –kota dalam beragam dimensi, baik dalam fisik maupun non fisik sebagai upaya untuk menempatkan kampung sebagai bagian non substansial dari ruang-ruang kota yang ada.
Kegiatan Diskusi Srawung Kampung Kota #2 2018 ini dilaksanakan Selasa –Rabu, 16-17 Oktober 2018 bertempat di area kampus FISIP UNS mulai dari Ruang Seminar, Public Space 3 dan Hutan FISIP . Pada hari Selasa, 16 Oktober 2018 kegiatan diskusi mengangkat tema Kota dan Kontestasi Ruang yang dilakukan bersama komunitas Hysteria (Semarang), Muara (Surakarta) dan Bentara (Yogyakarta). Sedangkan di hari kedua Rabu, 17 Oktober 2018 pukul 09.00-12.00 WIB dilaksanakan panel utama tentang Srawung Kampung-Kota di Ruang Seminar FISIP UNS dengan narasumber Gugun Muhammad dari UPC Jakarta, Endang Rohjiani (dari FKWA ) pegiat di Kali Winongo Yogyakarta dan Sony Waluya (SIBAT) pegiat komunitas untuk siaga bencana di Solo dipandu langsung oleh Akhmad Ramdhon dosen sekaligus penggagas Kampungnesia.
Setelah pukul 13.00-15.00 WIB acara dilanjutkan dengan Panel Teman di Public Space 3 FISIP UNS bersama komunitas @lembagalingkar Makassar dan @sesepuh johokampoenghepi yang memberi perspektif sederhana dan penting tentang ragam inisiatif yang bisa terus diinisiasi oleh siapapun. Selain itu, sesi Srawung Buku-Penulis menghadirkan gelaran obrolan Media, Buku, & Arsip serta obrolan Karya, Penerbitan dan Buku terkait kampung dan kota. Sesi Srawung Kampung-Kota 2 ditutup pukul 15.30 di Hutan FISIP dengan sesi akhir Srawung Bunyi-Harapan yang menyajikan penampilan apik dari Suarasa dan Sisir Tanah (+ Fajar Merah & Jason Ranti). (Maryani FISIP UNS)