Stasiun Sangkrah dan Keseharian Warga

Stasiun Kota: Pada zaman penjajahan Belanda, Sangkrah dikenal sebagai pusat kota. Konon itu karena di dalam Sangkrah sendiri terdapat Stasiun Kota yang melambangkan Sangkrah menjadi pusat kota. Seperti yang diketahui bahwa pada jaman dahulu kereta api adalah transportasi utama masyarakat Surakarta. Sekarang ini, kondisi Stasiun Kota di Sangkrah jauh berbeda seperti masyarakat Surakarta dahulu mengenalnya. Dahulu warga Surakarta mengenal Stasiun Kota sebagai stasiun terbesar di Kota Surakarta dan sebagai tempat yang megah di Kota Surakarta.  Namun saat ini, Stasiun Kota tidak lagi seperti dahulu yang warga Surakarta kenal. Stasiun Kota saat ini menjadi tempat yang sangat difavoritkan warga Sangkrah untuk berinteraksi. Hal ini dapat dilihat khususnya pada sore hari banyak warga masyarakat Sangkrah yang berkumpul, bermain, berinteraksi, dan mengobrol segala sesuatu.

Ruang publik sangatlah penting pada suatu kampung, karena ruang publik atau taman bermain merupakan suatu tempat berkumpul warga untuk saling menyapa, mengobrol satu sama lain, dan tempat untuk berkumpul warga kampung. Namun karena kurangnya lahan di Kampung Sangkrah sebagai ruang publik maka banyak warga Sangkrah yang menggunakan Stasiun Kota sebagai ruang publik warga. Aktivitas warga pada sore hari di Stasiun Kota tersebut dimulai sejak pukul 14:30 Wib saat anak-anak usai  pulang sekolah. Kurangnya lahan terbuka untuk bermain untuk anak-anak di Sangkrah membuat sebagian besar warga masyarakat Sangkrah.

Rutinitas warga yang menghabiskan waktu senggang di sore hari digunakan untuk berkumpul di stasiun mengobrolkan sesuatu dengan tetangga. Kerumunan bapak-bapak yang sedang berbicang-bincang masalah-masalah yang sedang hangat. Stasiun kota merupakan suatu sarana rekreasi warga Sangkrah setiap sore karena disananlah para warga dapat bersenda gurau dengan tetangga terlepas dari akitivas siang hari mereka. Di pinggir rel merupakan suatu tanah kosong yang cukup luas yang dimanfaatkan anak-anak untuk bermain bola, bersenda gurau dengan teman lain, bermain sepeda dan berbagai permainan anak-anak lainnya. Stasiun Kota yang dulunya merupakan tempat yang vital di Surakarta karena merupakan penghubung kota Surakarta dengan kota lainnya. Namun seiring berjalannya waktu dan Stasiun Kota bukan lagi digunakan sebagai tempat vital seperti dulu. Dengan demikian warga Sangkrah menggunakan Stasiun Kota sebagai sarana rekreasi warga untuk penghilang penat, dan sebagai ruang publik Kampung Sangkrah.

Terlihat di pintu masuk Stasiun terdapat sederet ibu-ibu yang sedang asik mengobrol dengan ibu-ibu lainnya sambil mengawasi anak-anak mereka yang sedang bermain. Di samping ibu-ibu yang sedang mengobrol tersebut terdapat sekotak lahan kosong yang digunakan anak-anak untuk bermain bola dengan cerianya. Seorang ibu yang kami temui mengungkapkan;

Kegiatan kami setiap sore itu ya paling nemeni anak-anak main, lha kan sekalian mbak sambil refresing, ngobrol sama tetangga, sambil ngawasi anak-anak lagi main sama temene. Ya, kalau anak-anak main sama temen mereka kan biar banyak temene trus ya biar pada seneng.

Di sudut lain di sekitar Stasiun kota juga terlihat segerombolan bapak-bapak yang sedang ngopi sambil ngobrol dengan bapak- bapak lain. Kami pun mendekati segerombolan bapak-bapak yang sedang mengobrol tersebut dan salah seorang bapak mengatakan.

“Ya ini rutinitas kami , setiap hari. Setelah capek dari pulang kerja paling-paling nongkrong di pinggir rel Stasiun Kota sambil bahas masalah yang pengen dibahas. Selain ngobrol juga ini merupakan pekerjaan tambahan kita nyonji bareng-bareng buat taruhan nomer togel mbak.

Kegiatan sore yang dilakukan para ibu-ibu warga Sangkrah yang tinggal di sekitar Stasiun kota adalah menyuapi anak-anak mereka di Stasiun, dan hal itu dilakukan rutin di setiap sorenya. Seorang ibu yang kami temui mengungkapkan:

Ya begini mbak kegiatan kami di sore hari, nyuapin anak sambil gosip sama ibu-ibu yang lain di sini. Ya itung-itung stasiun ini tempat buat refresing warga sekitar Stasiun.

Di sepanjang rel di stasiun kota juga banyak ditemui anak-anak yang hanya duduk-duduk sambil bersendau gurau dengan teman sebaya mereka. Bermain tebak-tebakan merupakan hal yang sangat digemari anak-anak tersebut dalam gurauan mereka. Suasana damai dan ceria tergambar di wajah anak-anak tersebut. Stasiun tersebut merupakan tempat yang menyenangkan bagi anak-anak di Sangkrah karena di stasiunlah mereka dapat bermain bola, bersepeda, bermain layang-layang dengan lahan yang luas dan menyenangkan.

Main di sini itu enak, banyak temene, banyak jajanane jadi nek meh jajan tinggal milih. Aku kalau habis pulang sekolah langsung ke sini sama temen-teman buat main bola terus nek udah capek istirahat duduk-duduk di rel sambil tebak-tebakan,

ungkap Ridwan salah satu anak-anak yang sedang bermain dengan teman-temannya. Berbagai aktivitas warga Sangkrah yang menghabiskan waktu sore harinya di Stasiun Kota merupakan salah satu ciri khas kehidupan kampung pinggirang kota dan mungkin sulit ditemui di kota bahkan di kampung-kampung lain. Dengan penggunaan Stasiun Kota sebagai ruang publik dan rekreasi, warga menunjukkan betapa sempitnya lahan yang ditempati warga Sangkrah sehingga di dalam lingkungan pemukiman warga sulit ditemui ruang publik sebagai sarana interaksi keseharian antarwarga kampung.

Karena tidak adanya tempat yang memadai untuk pagelaran wayang kulit daerah pemukiman penduduk, maka teman-teman Mapala dari UNS dalam acara Kemah Bakti Sosial mengadakan pagelaran wayang kulit di depan Stasiun Kota. Selain digunakan warga Sangkrah sebagai ruang berkumpul dan saling berinteraksi stasiun kota juga dapat digunakan sebagai tempat pagelaran acara yang ada di Kampung Sangkrah. Hai ini juga membuktikan bahwa Stasiun Kota merupakan suatu ruang publik warga. Tujuan dari acara pagelaran wayang kulit ini adalah sebagai sarana hiburan warga Sangkrah dan pengenalan budaya Jawa ke pada anak-anak warga Sangkrah. Acara pagelaran wayang kulit tersebut disambut warga dengan antusia oleh warga karena hal tersebut merupakan slah satu hiburan yang menarik bagi warga. Hal tersebut dikatakan hiburan yang menarik karena di Sangkrah sendiri jarang ada hiburan atau pagelaran kesenian yang digelar di Kampung Sangkrah.

Kerja Bakti:  Selain itu,

“Kegiatan kerja bakti sudah menjadi kebiasaan dan agenda rutin warga Sangkrah tiap sebulan sekali. Sebagai upaya kepedulian warga terhadap lingkungannya, kegiatan kerja bakti sendiri biasaya meliputi pembersihan saluran air dan sungai, karena di nilai sangat penting terutama pada musim hujan. Sebab kampong Sangkrah sendiri dilewati empat sungai yang sering meluap dan menyebabkan banjir,”
ujar pak Narno ketua RW 01 kampung Sangkrah.

Kerja bakti di nilai sangat berguna untuk warga, karena di sisi lain ada rasa kebersamaan dan tanggung jawab bersama memiliki kampung Sangkrah dengan ikut menjaga dan merawatnya dengan cara kerja bakti.

Kerja bakti yang dilakukan warga tidak hanya kerja bakti untuk membersihkan sungai saja, tetapi kerja bakti tersebut dilakukan untuk membersihkan lingkungan pemukiman warga menjelang perayaan hari besar. Selain itu kerja bakti yang dilakukan warga adalah saat pembangunan masjid, kamar mandi, renovasi gapura, jalan, jembatan, dan lain sebagainya. Potret di atas merupakan salah satu dokumentasi saat warga bekerja bakti dalam pembangunan kamar mandi umum.

Di Sangkrah itu masih ada kerja bakti, selain kerja bakti membersihkan sungai agar pada saat musim hujan tidak banjir. Namun kerja bakti yang dilakukan itu tidak hanya membersihkan sungai tetapi kerja bakti saat pembangunan masjid, jalan, gapura, jembatan bila ada yang rusak, pembangunan kamar mandi umum, dan kerja bakti yang berhubungan dengan sarana umum. Jadi dengan adanya kerja bakti itu membuktikan bahwa kampung kami ini masih ada rasa kegotong royongan antar warga,
u
ngkap Pak Kamil.

Agustusan : HUT kemerdekaan republik Indonesia yang diperingati pada setiap tanggal 17 Agustus tiap tahunnya sangat terasa meriah dan selalu diisi oleh beberapa acara dan kegiatan yang menarik dan menghibur seperti acara gerak jalan disertai dan dengan pembagian doorprize, lomba-lomba untuk anak-anak hingga orang tua, acara bersih desa disertai pemasangan bendera dan umbul-umbul. Warga Sangkrah sendiri sangat antusias sekali mengikuti beberapa kegiatan-kegiatan tersebut, kebersamaan dan keceriaan tampak terasa antarsesama warga, karena bisa dibilang sudah menjadi tradisi setiap tahunnya. Biasanya sebelum HUT kemerdekaan RI pada malam harinya warga mengadakan acara malam tirakatan. Untuk kegiatan lomba-lomba yang diselenggarakan untuk memperingati 17 Agustusan biasanya diadakan oleh pemuda pemudi Kampung Sangkrah sebagai bentuk partisipasi pemuda dalam peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia.

“Di sini itu peringatan 17 Agustusan itu setiap tahunnya sangat meriah mbak. Berbagai kegiatan lomba diselenggarakan untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Acara yang digelar antara lain jalan santai, dan lomba untuk anak-anak,” ungkap Pak Kamil.

Ekonomi Warga : Kampung Sangkrah, menurut data dari kelurahan, mayoritas berpencaharian sebagai karyawan dan buruh yaitu sebesar 354 orang, tetapi tak sedikit juga yang berwirausaha di daerah Sangkrah itu sendiri yaitu sebesar 131 orang. Di sini kebanyakan warga kerja jadi buruh, mas. Kalo PNS jarang sini, kata Pak Mahendra, mantan lurah Sangkrah. Cukup banyak usaha-usaha kecil, seperti jasa las karbit yang ditekuni seorang bapak yang cukup tua ini. Usaha ini sudah beliau geluti selama puluhan tahun. Saat kami berkunjung ke sana beliau sedang melayani pelanggannya untuk modifikasi knalpotnya. Cukup sering juga beliau melayani modifikasi knalpot seperti ini.

Nggih biasane ngelas-ngelas motor mobil, modif knalpot                                    
ngetengi iki nggih kerep, mas.

Ditanya mengenai pendapatan dari menekuni usaha las karbit ini beliau mengaku walaupun pas-pasan tapi lebih baik daripada menganggur dan yang penting halal.

Sampun dangu mas, pun puluhan taun, nggih nek pendapatan
kurang nggih kurang, tapi nggih dicukup cukupne mas,
kata seorang bapak yang sedang mengelas Knalpot motor seorang pemuda.

            

Pemudanya pun tak mau kalah dengan membuat sangkar burung. Mulai dari mencari bahan baku, mengolah, mendesain dan finishing, serta pemasaran ia lakukan sendiri. Daerah pemasarannya ke pasar-pasar daerah Surakarta, utamanya di Pasar Klitikan, Semanggi.

Yo gawe dewe mas, golek bahan dewe, garap dewe, finishing dewe.

Walaupun masih pelajar tingkat SMP ternyata ia juga mempunyai jiwa enterpraineur yang cukup tinggi. Hal-hal seperti inilah yang diharapkan oleh banyak pihak. Pemuda-pemuda tangguh dan mempunyai semangat juang yang cukup tinggi. Yang rela menggunakan waktu-waktu luangnya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun keluarganya dan untuk meringankan beban orangtuanya juga.

Usaha paling banyak dilakukan warga Sangkrah yaitu usaha pengepulan barang-barang bekas yang sudah tak terpakai lagi (rongsokan). Jika Anda berjalan di area di Stasiun Kota maka akan mudah sekali ditemukan barang-barang rongsokan yang sudah ataupun belum dimasukkan dalam karung. Usaha ini cukup banyak di Sangkrah dan bahkan menjadi salah satu ciri khas bagi kampung tersebut. Ini juga bisa menjadi tempat penyetoran rongsokan-rongsokan dari para pemulung. Menurut Pak Mahendra, mantan lurah Sangkrah ini, selain menjadikan warganya mendapatkan penghasilan, juga bisa menjadi sebuah filter untuk sampah-sampah yang hendak dibuang ke tempat pembuangan akhir. Jadi jika ada barang-barang yang masih bisa dimanfaatkan bisa digunakan lagi, misalnya didaur ulang. Dan kami salut, walaupun ini adalah barang-barang rongsokan tapi disitu terlihat ditata cukup rapi juga.  

Di sini banyak juga yang usaha pengepulan barang-barang bekas.
Ya walaupun terlihat sebagai pekerjaan kelas bawah tapi ya lebih baik itu, mas. Halal dan daripada nganggur. Dan itu juga bermaanfaat bagi lingkungan, sampah-sampah dari rumah tangga kan itu ada ‘ngeker-eker’ nyari barang yang masih ada nilai jualnya untuk dikumpulkan dan dijual, sampai ke tempat pembuangan akhir itu masih ‘dieker-eker’, ya kayak sensor sampah itu mas. Jadi kan sampai di TPA sudah benar-benar sampah yang tidak berguna lagi. Jadi kan ini pekerjaan yang cukup berguna bagi lingkungan
.”

Selain di atas banyak juga usaha-usaha warung kecil-kecilan yang buka di sana. Saat berkunjung ke sana banyak sekali ditemukan tempat-tempat atau warung makan yang banyak menjajakan makanan-makanan yang cukup nikmat. Antara lain di pojok jalan masuk kampung Sangkrah dari Gandekan ada Soto, Pecel Madiun, Gado-gado, Capcay dan lain lain. Di sepanjang jalan dekat Stasiun Kota pun juga banyak sekali warung-warung kecil yang dimiliki oleh warga Sangkrah sendiri.

Harapan : Sejak lahir saya tinggal di Sangkrah, kalau dihitung-hitung sudah sekitar 19 tahun. Saya rasa situasi dan kondisi di Sangkrah tidak jauh berbeda dengan kampung-kampung yang lain. Mungkin banyak orang yang menganggap bahwa Sangkrah merupakan tempatnya para preman, penuh dengan sampah, dan sering terjadi banjir. Namun, sebenarnya Sangkrah tidak separah perkiraan orang-orang. Untuk preman sendiri sekarang sudah sangat berkurang (banyak yang insyaf), sedangkan untuk sampah sebenarnya berada di luar kelurahan Sangkrah namun orang-orang beranggapan masuk ke dalam daerah Sangkrah. Sementara untuk banjir itu dikarenakan Sangkrah dikelilingi 4 sungai yang bermuara di Sangkrah.

Sangkrah agak sedikit berbeda menurut saya karena letak Sangkrah yang cukup strategis, dekat dengan fasilitas-fasilitas pemerintahan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, budaya, dll. Selain itu situasi kampung Sangkrah yang cukup nyaman, serta interaksi antarwarga hingga perkumpulan warga (PKK, ronda malam, rapat RT, dll.) yang masih terjaga dengan baik.

Namun akhir-akhir ini situasinya agak berubah karena banyak motor yang “ngebut” dengan suara knalpotnya yang “cempreng” sering lewat, hal ini sangat mengganggu ketenangan. Sesekali juga terjadi aksi perampokan yang disinyalir dilakukan oleh orang-orang yang masih suka “mabuk” di kampung belakang rumah saya. Rumah saya juga pernah menjadi sasaran perampokan, helm dan handphone yang jadi korbannya. Maka dari itu rumah-rumah di pinggir jalan umumnya memiliki pagar, hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan rumah dari aksi perampokan dan mengurangi debu dari jalan yang masuk ke dalam rumah.

Harapan saya untuk kampung Sangkrah antara lain tidak ada lagi kebisingan yang disebabkan oleh motor berknalpot “cempreng” yang sangat mengganggu. Dalam segi keamanan, saya berharap akan lebih baik lagi sehingga aksi perampokan tidak terulang kembali. Kegiatan-kegiatan warga lebih di aktifkan lagi agar warga semakin sering berinteraksi dan bergotong-royong. Dengan ini diharapkan keharmonisan antarwarga dapat terjaga dengan baik.

 

Bagian III:
Nur Diana W., Lestari Hiadayati Marfuah, Yohanita Pudyas S.,                            
Arum Sabtorini, Ratna Suci Ariyanti, M. Baharuddin Laffranz,                           
Rahmat Sugiyarto, Belva Hendry Lukmana

 

 

Berita Terkait