Dinamika Kampung Nayu
Di kampung Nayu Cengklik terdapat 2 koperasi yang masih aktif, yaitu koperasi yang dikelola oleh Ibu Tin yang bernama Koperasi Sumber Daya dan juga Koperasi Gawe Makmur yang kelola oleh Ketua RW 20, Bapak Suyatno. Kedua koperasi ini menjadi pusat ekonomi yang membantu masyarakat kampung dalam mengelola perekonomian, karena koperasi ini merupakan koperasi simpan pinjam. Penduduk kampung di latih untuk terus mandiri dan tak sedikit juga penduduk kampung yang masuk sebagai anggota.
Dalam hal peminjaman uang di koperasi yang dikelola oleh Ibu Tin, sebelum meminjam orang harus menabung dulu di koperasi itu. Dalam proses untuk menjadi anggota, harus memiliki ketentuan-katentuan yang berlaku. Di dalam koperasi ini ada tipe peminjaman, yaitu simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Setelah tiga bulan baru bisa meminjam. Koperasi ini merupakan credit union, yang ditumbuhkembangkan melalui gereja lalu masuk ke dalam masyarakat. Koperasi itu adalah koperasi yang dimulai dari pendidikan, dan dikembangkan dengan pendidikan. Koperasi ini adalah koperasi mayarakat yang membina dan membentuk masyarakat. Sedangkan koperasi yang dikelola oleh Pak Suyatno, selaku ketua RW, berbeda dengan yang dikelola Ibu Tin. Warga bisa langsung meminjam uang tanpa menabung terlebih dahulu. Koperasi yang dikelola Pak RW asetnya berasal dari bank.
Bandeng Presto: Salah satu yang membuat kampung Nayu Cengklik ini terlihat sibuk adalah banyaknya indutri kecil yang berdiri, membantu perkonomian tetangga untuk bisa tetap menghidupkan asap dapurnya. Salah satu industri kecil yang didirikan warga Nayu Cengklik adalah industri bandeng. Lauk yang sangat bergizi sekali untuk penikmat makanan kuliner ikan air payau ini dimiliki oleh Bapak H. Suwardi (warga RT 02), pendistribusiannya dilakukan di sekitar kampung dan pasar-pasar secara luas. Industri ini berdiri sejak tahun 2004 sampai sekarang. Saat yang lainnya masih tertidur pulas dengan mimpi yang beragam, kegiatan industri bandeng ini mulai terbangun untuk mendistribusikan produk bandeng presto.
Bandeng presto dikenal masyarakat sebagai lauk santap siang, ternyata didatangkan langsung dari pantai selatan Jawa, Juana. Bapak H. Suwardi memiliki pekerja yang setia sekitar 10 orang yang berasal dari tetangga sekitar. Bandeng yang datang dengan keadaan sudah dipresto langsung dikemas dan dipasarkan, sedangkan yang belum, dipresto terlebih dahulu untuk menghindari pembusukan. Selain bandeng, industri ini juga memasarkan produk gepeh tongkol yang tidak kalah enaknya dengan bandeng presto. Kegiatan ekonomi seperti ini yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia sekarang ini untuk menyambung kehidupan ekonomi masyarakat.
Ukiran : Berkaitan dengan mebel, pastinya perabotan rumah tangga kita sebagian terbuat dari kayu. Sebuah ukiran yang khas dengan pola yang beragam serta dari kayu-kayu yang berkualitas didatangkan langsung dari kota ukir, Jepara. Inilah salah satu sudut kampung yang bersuarakan gergaji mesin dengan bunyi yang sangat khas. Industri mebel milik Bapak Andik Sulistyo sudah cukup lama berdiri. Beliau adalah anak dari ketua RW 20. Industri ini membuat berbagai macam furniture seperti kursi, meja, lemari dan tempat tidur. Pemasarannya dilakukan lewat pesanan dan juga promosi dari rumah ke rumah lewat gambar model dari bentuk mebel yang diproduksi. Tak jarang juga Pak Andik membawa mebel-mebelnya untuk diikutsertakan dalam pameran yang biasanya dilakukan di GORO. Berikut adalah potret dari industri mebel yang ada dikampung Nayu Cengklik ini.
Batik : Dalam usaha melestarikan budaya Jawa dan merupakan sebuah hasil karya seni dari leluhur yang patut untuk dilestarikan, jenis usaha kerajinan batik semakin kompetitif dalam persaingan pasar industri. Serta untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya, di kampung ini ada usaha industri rumahan pembuat batik. Usaha industri batik ini dikelola oleh warga kampung, yaitu Ibu Hj. Suyono. Nama dari industri batik ini adalah batik SYN, yaitu singkatan dari Suyono.
Jenis hasil dari karya industri batik ini adalah batik cap dan batik tulis. Proses pembuatannya dibuat secara manual oleh para pekerjanya. Tenaga kerja diambil dari dalam daerah saja, ada juga yang dari luar daerah tapi hanya beberapa. Dalam proses pembuatan batik, para pekerja batik tulis mengambil kain mori atau membatik di rumah baru kemudian diproses lagi di pabrik. Karena batik tulis tidak satu atau dua hari jadi, tapi memerlukan waktu lebih banyak, kurang lebih sekitar satu bulan, maka dari itu harus dibuat di rumah.
Proses pembuatan batik tulis ini adalah, pertama-tama, kain mori diberi motif kemudian dimasak, alias dihangatkan, lalu masih dalam kondisi hangat diberi warna dan dikeringkan. Kalau batik cap yang langsung dikerjakan di pabrik tidak perlu dibawa pulang dan prosesnya hampir sama. Industri batik yang dikelola Bapak Suyono ini diakui di Kelurahan Nusukan, karena dulu beliau pernah mengikuti lomba desa sehingga tercatat di kelurahan.
Industri batik milik Ibu Suyono ini sudah bisa dikatakan sebagai industri yang besar. Bahkan industri ini sudah terkenal di luar kampung. Banyak orang-orang atau institusi tertentu yang tertarik dengan kegiatan membatik, datang ke industri ini untuk study tour atau pun ingin mengetahui proses dan cara-cara pembuatan batik. Seperti misalnya siswa-siswa dari SMA 5 Surakarta datang ke rumah industri ini untuk melihat proses pengerjaan batik. Bahkan ada mahasiswa UNS jurusan kriya seni yang magang di tempat ini selama kurang lebih 3 bulan.
Sebenarnya masih banyak industri di kampung ini yang menarik untuk dibahas lebih lanjut, seperti misalnya beras, abon ayam, salon, bawang goreng, usus goreng, minuman jahe, counter pulsa, percetakan, katering, warnet, game online, pengembangbiakan anjing, dan beberapa industri lainnya. Industri-industri tersebut merupakan industri rumahan yang sampai sekarang masih dijalankan oleh para warga kampung Nayu Cengklik ini. Menciptakan suatu suasana kampung yang mandiri untuk menunjang perekonomian warganya.
Kehidupan Agama : Kampung Cengklik ini terdapat kira-kira 400 KK. Terdapat beraneka ragam agama di kampung ini seperti Islam, Kristen, dan Katholik. Kalau di kota Surakarta ini mayoritas masyarakatnya beragama Islam, namun pada kampung Nayu Cengklik mayoritas warganya beragama Kristen. Kampung Cengklik RW 20 terbagi menjadi 4 RT. Kehidupan di kampung ini tergolong aman dan tentram, tidak terjadi suatu perselisihan apapun antarwarganya. Solidaritas antara warga Islam dan non-Islam pun terjalin dengan baik. Ketika umat beragama Kristen di kampung tersebut sedang merayakan hari raya Natal, umat yang beragama Islam ada yang memberikan ucapan selamat. Kemudian juga sebaliknya, ketika umat beragama Islam di kampung sedang merayakan hari raya Idul Fitri, ada umat non-Islam yang ikut melakukan silaturahmi berkunjung ke rumah-rumah warga seperti tradisi umat beragama Islam pada umumnya. Bahkan ada acara halal-bihalal yang kerap diadakan di kampung, diikuti oleh warga kampung yang beragama Islam maupun Kristiani.
Ketika hari raya Idul Adha seluruh umat beragama Islam di mana pun akan melakukan sholat Ied kemudian melakukan penyembelihan hewan kurban. Tak terkecuali umat Islam yang ada di kampung Cengklik ini. Setiap setahun sekali pasti ada penyembelihan hewan kurban. Sistem pembelian dan penyembelihan hewan kurban yang dilakukan adalah bahwa pembelian hewan kurban sapi satu ekornya ditanggung oleh 7 orang secara iuran dan setiap orangnya dibebankan biaya sebesar 1,3 juta. Untuk pembelian hewan kurban kambing cukup ditanggung 1 orang saja karena harganya yang jauh lebih murah ketimbang harga sapi.
Kemudian ketika hari H hewan-hewan tersebut disembelih dan dipotong-potong dagingnya. Kegiatan ini dilakukan di area Masjid Baitul Iqror oleh seluruh warga Islam yang ada di kampung tersebut secara gotong royong untuk selanjutnya setelah selesai baru daging-daging tersebut dikemas dalam kantong-kantong plastik untuk dibagikan kepada warga kampung. Meskipun dalam proses penyembelihannya tidak melibatkan warga non-Islam namun baik warga Islam maupun non-Islam semuanya mendapat bagian daging secara merata. Sehingga ketika hari raya Idul Adha tidak hanya umat Islam yang merasakan momenya, namun umat non-Islam pun juga merasakan kehangatan persaudaraan dalam bertetangga. Hal tersebut juga menandakan solidaritas yang kuat antara warga satu dengan warga lainya meski berbeda agama dan kepercayaan.
Memasuki kampung Nayu Cengklik ini, semuanya terasa sama dengan kampung-kampung yang lainnya. Tidak ada ciri khas kampung ini sebuah kampung yang memiliki agama yang kuat baik agama Islam atau agama yang lainnya. Tidak ada bangunan yang mencerminkan sebuah kampung dengan agama yang mayoritas. Namun setelah menelusuri jalan cukup lama, terlihat banyak warga yang memiliki banyak anjing. Tentu ini bukan sebuah kampung yang mayoritas Islam. Dan ternyata benar, lewat wawancara salah satu tokoh masyarakat, ternyata kampung Nayu Cengklik ini banyak ditinggali oleh warga Kristiani. Hal ini didukung banyaknya bangunan Gereja di setiap sudut kampung. Sebuah bangunan masjid hanya ada satu yang terletak di RT 04. Meskipun demikian kerukunan antar warga tetap terjalin kuat. Tak pernah ada konflik. Kampung ini sangat menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda-beda tetap satu jua, hidup rukun, sejahtera dan saling menghormati.
Berbagai macam kegiatan yang dilaksanakan penduduk kampung Cengklik ini memang cukup menarik. Kegiatan ini ada yang dilakukan untuk mengisi kegiatan rutinitas maupun bulanan kampung yang terekspose dari masa lalu hingga masa sekarang. Ada juga yang dilakukan untuk melakukan tujuan-tujuan tertentu, misalnya dalam memperingati suatu acara tertentu. Berbagai macam kegiatan kampung digalakkan untuk menjaga solidaritas para warga. Yang paling menonjol dilakukan warga kampung adalah saat memperingati hari kemerdekaan Negara Indonesia. Dalam memperingati kemerdekaan ini biasanya warga melakukan malam tirakatan pada saat malam 17 Agustus, atau tepatnya tanggal 16 malam dan juga karang taruna. Namun sekarang ini untuk karang tarunanya sudah tidak begitu berjalan, berbeda dengan kegiatan PKK yang berjalan dengan baik.
“Tradisi tirakatan pada masa Eyang Wisnu menjabat sebagai ketua RW, rutin dilaksanakan setiap Selasa Kliwon secara bergilir antar RW,” kata Eyang Wisnu, sesepuh kampung.
Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus, terkadang juga diadakan kerja bakti warga untuk membersihkan kampung, dan mengecat ulang gapura yang ada di kampung Nayu Cengklik ini, supaya kampung terlihat indah baik di luar maupun di dalam kampungnya.
Dalam kegiatan gotong royong ini para warga dimintai iuran untuk perihal konsumsi. Setiap keluarga memberi iuran sekitar 15-25 ribu untuk kemudian dibuatkan makanan dan disantap bersama seluruh warga RT 02, dari anak-anak sampai orang tua. Selain dari uang kas, warga juga meminta donatur dari orang-orang yang cukup dipandang baik perekonomiannya di kampung. Peringatan hari kemerdekaan Indonesia juga dimeriahkan dengan kegiatan kampung yang mengadakan lomba-lomba untuk anak-anak serta orang tua. Selain memperingati hari kemerdekaan, dalam memperingati hari-hari besar nasional lainnya seperti Hari Kartini, warga juga mengadakan kegiatan lomba. Misalnya lomba masak, nggendong stagen, meletakkkan sampah di atas kepala, dan lain-lain.
Salah satu kegiatan yang juga rutin dilakukan warga kampung adalah pengajian, PKK, dan arisan RT. Untuk pengajian bapak-bapak dilakukan setiap 2 minggu sekali, namun untuk tempatnya tidak menetap atau berpindah-pindah. Sesekali dilakukan di masjid namun lebih seringnya diadakan di rumah-rumah warga yang beragama Islam secara bergantian. Untuk ustad yang mengisi pengajian biasanya didatangkan mubaligh dari luar, namun terkadang juga dari dalam kampung itu sendiri seperti bapak Amir Toha yang tinggal di RT 04 yang dianggap tokoh agama atau ustad di kampung ini. Terkadang juga yang mengisi pengajian adalah Bapak Nurdin (salah satu warga kampung). Untuk pengajian yang dilakukan ibu-ibu tidak jauh beda dengan yang dilakukan oleh bapak-bapak, hanya saja kalau ibu-ibu pengajiannya diadakan rutin selama satu bulan sekali.
Seperti kampung pada umumnya, pasti ada kegiatan PKK oleh ibu-ibu di tiap RT-nya. Kegiatan PKK di kampung ini tiap RT berbeda dalam waktu pelaksanaannya. Yang di RT 03 dilaksanakan 2 bulan sekali, kegiatan PKK yang dilakukan sebagai arena sosialisasi. Sosialisasi yang dinilai paling berhasil adalah sosialisasi jam wajib belajar bagi pelajar, mulai dari jam 18.30-20.30 WIB. Sosialisasi tersebut sangat efektif karena semua ibu-ibu yang ada di RT pasti mengikuti kegiatan PKK, kemudian ibu-ibu yang memiliki anak masih sekolah otomatis mengetahui kebijakan jam wajib belajar sehingga dia melarang anaknya pada jam itu keluar dari rumah dan menyuruh anaknya untuk belajar di dalam rumah.
Selain sebagai arena sosialisasi, kegiatan ini juga sebagai kegiatan yang mampu menjadikan warganya semakin solid dan bersatu. Di dalam PKK juga ada kegiatan arisan. Manfaat lainnya dari diadakannya PKK adalah dapat membantu warga yang dalam kesusahan. Maksudnya adalah jika ada warga yang sakit, maka diberi uang sumbangan sebesar 150 ribu. Uang itu diambil dari uang kas. Dan nanti uang kas diganti dari iuran warga. Jika ada warga yang meninggal juga dimintai iuran, Bu Joko (istri Ketua RT 02) berkeliling memintai uang iuran dan jika pada kegiatan PKK uangnya dikembalikan. Hal ini dapat membantu meringankan beban yang ditimpa keluarga tersebut. Kesadaran akan pentingnya sebuah organisasi PKK sangat baik ditanggapi oleh semua warganya.
Serta adanya kegiatan ronda, “Selain
untuk menjaga keamanan juga untuk menjalin keakraban antar warga. Dan kegiatan
ronda ini hanya dilakukan oleh warga kampung Nayu Cengklik (RT 02). Di RT-RT
lain, kegiatan ronda sudah tidak berjalan,”
ujar ketua RT 02, Pak Joko.
Arisan yang berasal dari PKK ada pula arisan RT yang jumlah atau setorannya lebih besar dari arisan PKK. Kegiatan rutin pertemuan RT tiap bulan, masing-masing warga iuran dua ribu untuk snack dan minuman. Arisan RT diikuti oleh bapak-bapak dan ibu-ibu kepala keluarga yang ada di RT tersebut. Kecuali RT 01, yang arisannya hanya diikuti oleh ibu-ibu karena di RT tersebut ada beberapa warga yang janda sehingga jumlah ibu-ibunya jauh lebih banyak daripada bapak-bapaknya.
Di setiap kampung pasti digalakan kegiatan untuk para remaja kampung, yaitu karang taruna. Tapi tidak semua RT di kampung Cengklik ini kegiatan karang tarunanya masih berjalan. Kegiatan karang taruna di RT 03 masih aktif karena jumlah pemudanya masih banyak. Untuk di RT 04 sendiri, karang taruna sudah tidak aktif lagi karena pemudanya banyak yang merantau. Terakhir ada karang taruna sekitar tahun 1985-an. Begitu juga di dua RT lainnya. Selain kegiatan diatas, yang lebih menonjolkan ciri khas kampung Cengklik yaitu, jika ada warga yang sakit pasti sesama warga saling menengok. Dan jika ada yang meninggal, warga kampung membantu warga yang keluarganya ditinggalkan baik dengan dukungan materi maupun non-materi.
Kegiatan gotong royong, di kampung ini terdapat Posyandu Balita dan Posyandu Lansia. Posyandu Lansia berdiri sejak tahun 2005. Kegiatannya berupa senam, pemeriksaan kesehatan, dan tambahan vitamin. Selain itu ada juga koperasi. Orang pertama yang mencanangkan dan menggerakkan koperasi di kampung ini adalah Bapak Wisnu (mantan ketua RW) yang sampai sekarang beranggotakan sekitar 300 orang. Dalam beberapa periode tertentu, ada kegiatan yang begitu penting untuk kampung. Yaitu dalam kegiatan pelaksanaan pemilihan ketua RT yang baru. Pak Joko, ketua RT 02, menjelaskan cara pemilihan RT: “Warga menulis di kertas siapa yang diinginkan untuk menjadi RT, karena pemilihannya adalah pemilihan langsung. Yang berhak memberi suara adalah 1 KK 1 suara.”
Kebudayaan khas di RT 02 adalah kelompok musik keroncong yang diberi nama Symphony 02. Kelompok kerocong ini diketuai oleh bapak RW sendiri, Pak Suyatno. Pernah ditampilkan di stasiun TV lokal, TATV. Dari masa ke masa ada kegiatan warga yang bisa dikatakan menjadi prestasi tersendiri yang cukup berarti untuk kampung ini. Dulu di kampung Nayu Cengklik ini ada sebuah grub band yang cukup terkenal, walau terkenal hanya grup band daerah. Nama bandnya adalah Destroyer yang menetap di RT 04. Kampung Nayu Cengklik juga masih kental dengan budaya pernikahan adat Jawa, seperti acara siraman manten, dodol dawet, pemotongan rambut, pecah kendi, dan lain sebagainya. Meskipun tidak semua warga mengadakan adat jawa ini karena adat ini dilakukan jika ada perayaan besar saja. Bahkan, jika warga dari kampung sebelah (kampung Sumber Nayu, Kadipiro) mengadakan pesta pernikahan, tak segan mereka mengundang warga dari kampung Cengklik, terutama Kampung Nayu Cengklik RT 02 yang tepat bersebelahan dengan kampung Sumber Nayu.
Jalanan yang sudah beraspal dan bangunan rumah yang sebagian besar sudah tertutupi tembok, membuat kampung Nayu Cengklik ini seperti kampung yang berada di kota-kota besar. Namun yang membedakan adalah masih banyaknya pepohonan di setiap pekarangan rumah warga. Pohon-pohon yang masih menjulang tinggi menambah keteduhan di siang hari. Pekarangan yang masih luas, yang masih bisa untuk bermain sepak bola. Ada beberapa rumah yang temboknya menjulang tinggi, sehingga untuk melihat pekarangan rumahnya pun sangat sulit, terlebih banyaknya anjing menambah ketakutan orang asing yang tak sengaja lewat di sekitar kampung Nayu Cengklik ini.
Berkat adanya bantuan dana dari pemerintah yang proses pencairanya cukup mudah maka pembangunan yang ada di kampung Cengklik ini berjalan cukup lancar sehingga fasilitas dan infrastruktur yang ada di kampung semakin membaik dari masa ke masa. Ini tentunya tidak hanya dikarenakan bantuan dana dari pemerintah, melainkan juga berkat inisiatif warga untuk melakukan pembangunan dan gotong royong. Juga kerja keras dari warga kampung dalam proses perbaikan fasilitas dan infrastruktur yang ada.
Dalam proses pembangunan, hampir seluruh warga kampung terlibat di dalamnya. Pihak yang paling berperan penting dalam proses tersebut tentunya ketua RT dan ketua RW. Untuk tahun ini sudah ada dua kali kegiatan pembangunan, yaitu perbaikan jalan atau pengaspalan jalan dalam kampung dan pembangunan MCK. Untuk pengaspalan jalan tersebut, pihak yang paling berpengaruh adalah Bapak Surip sebagai ketua RT 03. Dialah yang mempunyai inisiatif membuat proposal untuk kemudian diajukan ke Pemkot Solo supaya mendapat bantuan dana dalam melakukan perbaikan jalan. Dalam proposal tersebut juga melibatkan nama dari ketua RT 01, ketua RT 02, dan ketua RT 04 supaya tidak hanya RT 03 saja yang dibangun jalan aspalnya melainkan seluruh kampung secara merata dapat diaspal jalannya. Kemudian proposal tersebut diusulkan kepada ketua RW terlebih dahulu sebelum diajukan ke Pemkot Surakarta. Selanjutnya dalam pembuatan MCK, dana pembangunanya berasal dari PNPM. Warga ikut andil dalam proses pembangunan tersebut baik memberikan bantuan tenaga secara gotong-royong maupun bantuan dana secara mandiri dari warga. Ketika ada perbaikan atau pembuatan gorong-gorong, biasanya warga kampung dimintai iuran dalam pengumpulan dana. Apabila masih kurang, diambilkan dari kas RT.
Dahulu ketika masih dalam masa Orde Baru, di kampung ini masih banyak kebun dan lahan kosong yang belum didirikan bangunan. Jalam-jalan pun masih tanah yang belum beraspal. Keadaan rumah saat itu masih berupa rumah kayu dan gedek. Yang terbuat dari bata dan semen masih sangat sedikit. Sistem penerangan dalam rumah warga juga masih menggunakan lampu tradisional (teplok atau tintir) karena listrik belum masuk kampung. Tentunya juga sistem penerangan di jalan pun tidak ada, sehingga ketika malam hari menjadi sangat gelap gulita. Apalagi ketika hujan turun membuat keadaan jalanan semakin buruk dan sulit untuk dilalui karena tanah menjadi becek serta tidak ada penerangan. Namun keadaan berangsur menjadi baik setelah pembangunan mulai gencar dilakukan di kampung Cengklik ini, kira-kira pada tahun 1995 ke atas.
Dari struktur bangunan rumahnya juga sudah berkembang. Dahulu kebanyakan warga memilki rumah bertipe B dan mayoritas C, sedangkan A itu hanya sebagian kecil saja. Namun sekarang untuk rumah bertipe C hanya beberapa warga saja yang masih ada. A dan B sudah banyak yang mendirikan. Dan tipe C untuk lantainya pun sudah tidak ada yang dari tanah, semuanya sudah berkeramik. Dalam membahas pembangunan, warga biasanya menuangkan gagasan dan pikirannya dalam kegiatan PKK.
Di kampung Cengklik ini juga ada dua koperasi yang sudah memilki anggota sebanyak 300 orang, dan anggotanya banyak yang berasal dari luar Cengklik ini. Dari RT, sudah ada pra koperasi. Peran koperasi sangat membantu warga dalam bidang keuangan. Untuk perekonomian dari masa-masa lalu hingga sekarang di kampung Nayu Cengklik ini mengalami banyak peningkatan. Banyak warga yang telah sukses seperti Pak Yatno yang dulu hanya berjualan batik, sekarang beliau menjadi juragan batik. Ada juga warga yang bekerja di Balai Kota. Perkembangan industri rumahan pun semakin berkembang pesat di kampung ini. Warga jadi bisa hidup mandiri dengan keuangan yang memadai.
Perubahan yang besar di kampung ini dapat dilihat dari tempat yang dulunya sawah, sekarang sudah banyak yang dibangun rumah. Warga sudah hidup layak. Kesadaran dari ibu-ibu juga sudah baik dalam membantu perekonomian keluarga. Dulunya mereka hanya menggantungkan hidup mereka pada suami. Tapi sekarang ibu-ibu bisa membantu dengan usaha-usaha yang mereka lakukan. Arisan rutin tiap lima hari sekali sudah diikuti oleh 300 orang anggota.
Kegiatan bidang pendidikan dapat dilihat dengan adanya plakat. Di beberapa pojok jalan ada sebuah plakat yang berukurang kecil yang bertuliskan: Wajib belajar 18.30-20.30 Wib, suatu pemandangan yang jarang kita temui di tempat lain. Sebuah himbauan bagi orang tua untuk menyuruh anakanya belajar dari jam 18.30-20.30 Wib. Orang tua juga harus bersepakat tidak melihat televisi atau pun kegiatan lain yang tidak membantu anaknya untuk belajar. Hal ini merupakan salah satu upaya warga untuk menyadarkan para orang tua dan anak-anak agar selalu belajar pada waktu yang telah ditentukan pada plakat tersebut. Semua kegiatan, seperti menonton TV dan sebagainya, diganti semua dengan belajar. Adanya plakat ini cukup efektif, karena selain ditulis, ibu-ibu PKK juga diberikan sosialisasi.
Para Pendatang : Sebelum menjadi kampung, Cengklik merupakan sebuah lahan yang belum ada listriknya. Tetapi, setelah dibangun beberapa rumah, banyak warga yang lebih memilih untuk tinggal di Kampung Cengklik. Banyak orang yang datang ke Kampung Cengklik karena (pada masa itu) harga tanahnya yang relatif terjangkau. Bersamaan dengan migrasi penduduk kota Surakarta yang semakin cepat, keberadaan kampung-kampung di sekitarnya menjadi semakin padat. Kota yang semakin padat selama beberapa tahun ini mengakibatkan pemekaran kota ke daerah pinggiran kota. Hal ini kemudian yang menyebabkan timbulnya anggapan bahwa kampung lahir dan dikenal dengan lingkungan fisik yang padat dan sempit, karena kepadatannya tidak diikuti dengan perkembangan infrastruktur kampung.
Beberapa penduduk di Kampung Cengklik merupakan penduduk pendatang, mulai dari mahasiswa, keluarga baru, maupun pegawai. Mereka memilih datang ke Kampung Cengklik karena tuntutan pekerjaan atau kewajiban sebagai mahasiswa yang mengharuskan mereka tinggal di sana. Para pendatang yang ada di sana berasal dari beranekaragam suku dan etnis. Kampung Cengklik berkembang dari masa ke masa. Dari yang penduduknya jarang sampai penduduknya padat sebagai dampak dari migrasi. Dampak migrasi yang terjadi dapat dilihat dari jumlah KK (Kepala keluarga) yang berkisar sekitar 400 KK.
Maka kampung memiliki keberagaman budaya dan interaksi sosial yang tidak dijumpai di lingkungan sosial budaya perkotaan. Kampung Cengklik dengan jumlah 400 KK, merasa nyaman dalam kondisi warganya yang penuh dengan solidaritas, keramahan, maupun kerukunannya di tengah kepadatan kota Surakarta yang semakin masif. Hal ini menandakan bahwa lingkungan hunian di mana warga kampung Cengklik tinggal berpengaruh terhadap aktivitas sosialnya. Kompleks hunian di kampung Cengklik yang berdekatan jaraknya memicu interaksi antarwarganya. Kampung ini juga memiliki sejarah yang justru dapat memberi kekuatan untuk keberadaan kotanya.
Dengan adanya beberapa kampus di wilayah Kampung Cengklik, hal ini membuat penduduk asli Kampung Cengklik terinspirasi untuk membuat bisnis kos-kosan. Terhitung ada sekitar lebih dari tiga buah kos-kosan yang ada disana. Para mahasiswa di kampus-kampus tersebut memilih kos di Kampung Cengklik karena kemudahan mobilitas selain mencari tempat tinggal yang dekat dengan kampusnya. Selain mahasiswa, ada beberapa pegawai dan keluarga yang juga kos di Kampung Cengklik dengan tujuan agar lebih dekat dengan tempat kerjanya. Mereka memang pendatang, namun ada sebagian yang sudah dianggap masuk dalam warga kampung meskipun belum memiliki rumah tetap di sana. Ada juga yang bahkan tidak kenal satu dengan tetangga lainnya. Seharusnya, para pendatang tersebut bersosialisasi dengan para tetangga, terutama bagi mereka yang memang menetap di situ (bukan karena paksaan kuliah). Dengan begitu, antara warga kampung dan pendatang bisa saling mengenal satu dan lainya sehingga terciptalah suatu iklim yang harmonis.
Harapan : Beberapa warga mengungkapkan harapannya terhadap kampung ini. Bapak Marno sebagai penduduk Kampung Cengklik menginginkan supaya kampung ini bisa lebih maju dari sebelumnya, baik maju dalam hal pembangunan maupun maju dalam hal perekonomian warganya. Bapak Marno juga menginginkan supaya bapak-bapak yang ada di kampung ini bisa lebih kompak lagi dari sebelumnya seperti bisa kompak untuk mengikuti kegiatan arisan yang ada di kampung ini. Berbeda dengan harapan dari bapak Marno yang harapannya lebih menitikberatkan kepada keadaan warganya, Ibu Sunarjo lebih menginginkan keadaan lingkungan yang lebih bersih dan asri. Beliau menginginkan rumah beserta halaman di depan rumah tiap warganya itu bersih dari sampah-sampah yang berserakan, juga ingin mewujudkan selokan bersih dan airnya lancar.
Bapak Joko (ketua RT 02) memiliki harapan yang serupa dengan Bapak Surip dan juga Ibu Marno. Harapan beliau adalah ingin warganya bisa lebih terbuka kepada beliau mengenai semua urusan dan permasalahan yang melibatkan warga kampung. Beliau juga ingin warganya semakin kompak dalam segala hal seperti melakukan kegiatan pertemuan warga, melakukan ronda tiap malam, serta menjalankan pra-koperasi yang masih berdiri. Selain itu, Bapak Joko juga menginginkan selokan air yang ada di kampungnya lancar sehingga tidak menggenangi jalan. Dengan kata lain beliau menginginkan keadaan warga yang lebih solid serta melihat kampungnya yang bersih dan rapih.
Harapan-harapan dan keinginan warga kampung yang tidak bisa disebut satu per satu dapat terwujud dengan baik seiring berjalannya waktu dengan keikutsertaan warga kampung itu sendiri dalam usaha mewujudkannya. Kerukunan, keramahan, dan solidaritas yang semakin kuat antara warga yang ada di dalam kampung dapat menciptakan suasana kampung yang aman dan tenteram untuk mewujudkan tujuan-tujuan bersama yang tentunya akan memajukan dan membangun kampung ini. Dengan begitu, warga akan semakin nyaman dan betah untuk tinggal di kampung Nayu Cengklik.
Istiana Miftahurohmah, Salindri
Kusumawati,
Riswanda Risang A., Aldora Nuary Wismianti, Linggar
Singgih A.,
Khodori Nurruhmanto, Ardietya Kurniawan