Asa Baru Warga di Kampung Harmoni Semanggi

Kampung Semanggi yang menempati kawasan lahan milik balai besar Bengawan Solo mayoritas berasal dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan sebagian besar bekerja di sektor informal, seperti pemulung, buruh bangunan, pedagang, pengepul barang bekas, atau pekerjaan serabutan lain yang tidak memberikan penghasilan tetap setiap harinya. Ketidakstabilan ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat kampung Harmoni Semanggi ini menjadikan merek hidup dalam pemberdayaan perekonomian yang rentan dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama dalam kebutuhan sandang yang layak dan mengakibatkan mereka tergolong dalam kelompok marjinal kota.
  
Dengan karakter kepadatan yang tinggi dengan berbagai persoalan struktural, baik dalam lingkungan fisik dan sosial. Kampung Harmoni Semanggi berada di kawasan tepi sungai bengawan solo dengan permukiman tidak layak huni, tata ruang yang tidak memadai, aksesibilitas dari jalan yang sempit, serta fasilitas umum yang tidak mendukung. Yang dimana kondisi ini telah juga menimbulkan berbagai persoalan menyangkut penurunan dari kualitas lingkungan hidup, wilayah rawan bencana banjir terutama pada saat musim hujan, serta kondisi tanah lahan yang ilegal membuat masyarakat yang menghuni tidak memiliki kepastian hukum.
 
Permukiman dengan kepadatan penduduk serta struktur bangunan yang tidak teratur dan tidak sesuai dengan standar mengakibatkan lemahnya dari tingkat keamanan dan kualitas dari lingkungan. Ketidakteraturan dari bentuk tata ruang permukiman juga memberikan dampak pada persempitan aksesibilitas jalan, sehingga menghambat aliran drainase yang dimana juga memperparah kondisi resiko banjir. Kemudian masyarakat tinggal di lahan dengan status ilegal dan tidak memiliki hak kepemilikan yang sah yaitu di lahan atas milik balai besar bengawan solo yang dibawahi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sehingga menimbulkan lemahnya hukum yang dimiliki oleh masyarakat dan menimbulkan rasa tidak amans serta keterbatasan dalam akses atas hak tempat tinggal.

Dalam pelaksanaan Program Penataan kawasan di Kampung Harmoni Semanggi dimulai dari melakukan perencanaan yang sistematis. Awal mula adanya usulan terkait penataan kawasan juga muncul dari aspirasi dan permohonan oleh masyarakat. Mengingat kelurahan Semanggi menduduki permukiman kumuh terberat dan mendominasi mengenai permasalahan kemiskinan yang ada di kota Surakarta. Yang kemudian hadirnya tim Penanggulangan Kemiskinan tingkat kelurahan mengusulkan terkait penanganan kemiskinan dan kekumuhan ke walikota saat itu. Dari hasil usulan tersebut pada akhirnya walikota Surakarta merumuskan program penataan kawasan yang menjadi respon positif dalam pembangunan wilayah berkelanjutan. 

Walikota Surakarta juga menegaskan bahwa penataan kawasan tidak boleh menggunakan cara relokasi atau melakukan pemindahan warga secara paksa. Dengan tagline dari program KOTAKU “menata tanpa menggusur”, pemerintah kota Surakarta akan berkomitmen dalam pelaksanaan program penataan kawasan yang tidak hanya menata terkait ingkungan fisik saja, namun mementingkan kesejahteraan masyarakat terkhususnya masyarakat Surakarta. Tindak Lanjut dari rencana penanganan permukiman kumuh yang akan ditata terkhususnya pada kawasan Kampung Harmoni di lahan milik balai besar bengawan solo, pemerintah kota Surakarta melalui Walikota Surakarta telah membuat surat pernyataan guna mendorong tercapainya program penanganan kawasan kumuh. 

Proses penanganan kawasan permukiman kumuh di Kampung Harmoni Semanggi memiliki beberapa tahapan. Setelah adanya usulan dari walikota Surakarta pada tahun 2018 dilakukan pendataan awal untuk lahan yang akan direvitalisasi, identifikasi permasalah lingkungan, dan ditemukan hasil sepanjang bantaran bengawan Solo mencakup di RW 02, 03, 04, dan 05. Sehingga pada tahun 2019 dilaksanakan pembangunan yang dimana sempat terhenti karena adanya pandemi Covid-19, kemudian setelahnya pelaksanaan pembangunan dilanjutkan pada tahun 2020 hingga 2021. Yang dimana proses pelaksanaan pembangunan juga dilakukan bertahap dari pemindahan sementara masyarakat setempat, kemudian pembangunan hunian layak huni, diakhiri dengan penyediaan fasilitas umum yang memadai serta perbaikan infrastruktur. Sehingga pada tahun 2022 sudah bisa diresmikan dikembalikan lagi kepada masyarakat setempat.

Dalam perencanaan awal juga dibutuhkan pendekatan dengan masyarakat, hal ini dikarenakan masyarakat tidak langsung menerima penawaran terkait gagasan penataan kawasan hunian yang mereka tinggali. Pada tahun 2018 program KOTAKU mengalami penolakan dari warga setempat. Penolakan-penolakan tersebut dilatarbelakangi akan kekhawatiran masyarakat setempat akan kehilangan hunian tempat tinggal mereka, serta berbagai program sebelumnya di daerah lain yang identik dengan penggusuran warga. Sehingga pemerintah kota melalui program KOTAKU serta tokoh masyarakat melakukan pendekatan guna membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat. 
 
Seiring berjalannya waktu pada akhirnya melalui serangkaian pertemuan serta sosialisasi yang dilaksanakan tidak hanya melibatkan warga setempat yang akan menjadi penerima manfaat, melainkan juga dengan warga sekitar yang ikut terkena dampak dari proses pembangunan. Melalui pihak-pihak yang terlibat seperti tokoh masyarakat tim fasilitator dari KOTAKU, pihak kelurahan, hingga pemerintah kota yang diwakili oleh Dinas Perumahan dan Permukiman serta Pertanahan kota Surakarta akhirnya melakukan pendekatan dengan penjelasan secara transparan

Sosialisasi dilakukan secara bertahap dengan melibatkan warga setempat. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, dalam proses musyawarah dengan masyarakat masih ada penolakan dari beberapa warga yang tidak sepemahaman. Dibutuhkan peran aktif dari berbagai pihak dalam memberikan pemahaman terhadap warga. Maka dari itu peran Pokja (kelompok kerja) sangat penting menjadi perantara komunikasi aktif dengan pemerintah dan masyarakat. Pokja secara strategis memiliki peran dalam memberikan sosialisasi terkait program penataan kawasan.
 
Penataan kawasan permukiman kumuh di Kampung Harmoni Semanggi dapat terwujud dengan adanya dukungan koordinasi dengan pihak dari pemerintah kota yang diwakili oleh Dinas Perumahan dan Permukiman serta Pertanahan kota Surakarta, kemudian didukung juga dengan APBD kota Surakarta dan APBN yang melalui bank dunia, serta dukungan dari sektor swasta dengan melalui Corporate Social Responsibility (CSR). Melalui forum-forum musyawarah secara partisipatif, mendorong program kolaboratif multipihak dalam mewujudkan tujuan bersama dalam meningkatkan lingkungan yang lebih baik.

Masyarakat sudah menunjukkan sikap terbuka mendukung pembangunan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Yang dimana dengan pendekatan yang insentif dan pelibatan aktif masyarakat dalam pembangunan sehingga terjadi peningkatan dalam kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kota. 
 
Hal ini secara tidak langsung menunjukkan terkait proses adaptasi dan penerimaan sosial masyarakat. Sehingga setelah pembangunan selesai dilaksanakan dan masyarakat mendapatkan hunian yang layak, masyarakat Kampung Harmoni Semanggi menuangkan rasa syukur dan berterima kasih terhadap seluruh pihak terkait yang mendukung pembangunan penataan kawasan. Perubahan dari masyarakat yang dirasakan tidak hanya dalam bentuk fisik, namun dalam aspek sosial yang dimana akibat penataan kawasan telah menciptakan kehidupan yang lebih nyaman, tertata, bersih dan aman. 
 
 
Oleh Anggita Purnama Shanti 
 
 

Berita Terkait