Afirmasi Kota Ramah Lansia #3

Pelajaran Dari Kota Surakarta. Secara demografis, Kota Surakarta memiliki karakteristik penduduk berstruktur tua, dimana suatu wilayah dikatakan berstruktur tua apabila mempunyai populasi Lansia di atas 7 % (Soeweno, 2009). Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Surakarta tahun 2017, sebanyak 56.697 orang penduduk di Surakarta berumur 60 tahun ke atas. Jumlah itu sekitar 10,98 % dari total penduduk yang berjumlah 516.102 jiwa maka dalam kurun waktu 5-10 tahun mendatang, Surakarta akan menyambut +100.000 orang lagi penduduk berusia lanjut yang disumbang dari penduduk berusia 45‐59 tahun saat ini. Ini artinya, Kota Surakata akan mempunyai populasi penduduk lansia yang sangat besar yang berpotensi memicu masalah‐masalah kelanjutusian (ageism) yang serius. Di sisi lain, sejumlah persoalan kelanjutusiaan bisa diidentifikasi lewat data BPS Surakarta, tercatat 388 Lansia terlantar pada 2016 meskipun angka ini sudah sedikit menurun dari jumlah Lansia terlantar tahun 2015 sebanyak 390 orang, 390/2014, 317/2013 dan 613/2012 (BPS Surakarta dalam Angka, 2018).
Praktek desentralisasi yang bersamaan menuntut otonomi untuk melakukan serangkaian inovasi kebijakan menjadi moment yang krusial (UU 25/2004; 23/2014). Kebijakan khusus yang sudah menjadi mandat negara sedianya menjadi panduan bagi Pemerintah Daerah untuk menginisiasi komitmen serta kebijakan bagi peningkatan kesejahteraan Lanjut Usia. Dinamika demokrasi dan proses politik lokal menjadikan ‘Pembangunan Pro Rakyat’ sebagai kontestasi pada Pilkada 2005/2010/2015 (KPU Surakarta, 2015). Salah satu pondasi penting yang bisa menjadi modal bagi pengembangan kebijakan nan inklusif yaitu lahirnya Perda Kota Surakarta No. 2/2007 tentang RPJMD Surakarta 2005-2010. Kerangka kebijakan yang didorong bagi birokrasi yang juga harus mereformasi diri yaitu pemenuhan hak untuk berpartisipasi bagi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan publik dilakukan, meningkatan kemampuan dan akses masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan (Pratikno dan Lay dalam Stokke, Kristian dan Törnquist, 2013).
Revitalisasi pembangunan kota juga memperluas kesempatan masyarakat miskin perkotaan dalam pemenuhan hak-hak dasar serta peningkatan akses masyarakat kota terhadap layanan kesehatan, pendidikan dan rasa aman dari tindak kekerasan. Dimana turunan kebijakannya berupa Perda Kota Surakarta No. 8/2007 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan menjadi program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta/PKMS maupun Perda 4/2010 tentang Pendidikan menjadi Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Miskin Kota Surakarta/BPMKS lewat APBD Kota Surakarta. Simpul kebijakan berikutnya Perda Surakarta No. 2/2010 tentang RPJMP Daerah Kota Surakarta 2005-2025; Perda Kota Surakarta No. 12/2010 RPJMD 2010-2015. Dimana komitmen pembangunan yang inklusif terus dilakukan dengan sebagai tantangan birokrasi di daerah, Kota Surakarta juga tak terkecuali punya kewajiban.
Oleh karena itu, dengan kesempatan untuk mendorong lahirnya sebuah kebijakan yang mendukung Lansia menjadi krusial bagi stakeholder kota. Dimana pelajaran dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah lewat Perda No. 6/2014 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Lanjut Usia bisa menjadi rujukan. Kebutuhan akan adanya kebijakan khusus di Kota Surakarta tidak hanya berfungsi untuk mengintegrasikan program‐program Lansia yang telah ada sebelumnya namun juga substansi kebijakan yang inklusif bagi ragam identitas kelompok Lansia. Berdasarkan baseline untuk menyusun indicator kesiapan Surakarta dalam merancang skema Kota Ramah Lansia 2030. Lewat survey dengan menyusun indikator kesiapan pada dimensi fasilitas gedung maupun ruang terbuka, transportasi, perumahan, partisipasi sosial, penghormatan dan inklusi sosial, partisipasi dan pekerjaan, komunikasi dan informasi serta dukungan masyarakat maupun pelayanan kesehatan menuju 2030 (Satu Langkah Menuju Impian Lanjut Usia Kota Ramah Lanjut Usia 2030 Kota Surakarta. Survey METER, 2013).
Temuan baseline yang ada 2013, menegaskan tantangan besar bagi Surakarta ketika fasilitas gedung maupun ruang terbuka diindikasikan kuning, transportasi juga juga kuning, perumahan dengan warna orange. Sedangkan partisipasi sosial relatif baik lewat indikator warna hijau, namun masih problematik sebab penghormatan dan inklusi sosial terindikasi dengan warna. Bahkan pada indikator partisipasi sosial dan pekerjaan berwarna merah sebagai indikator buruk. Sedangkan pada dua indikator terakhir, komunikasi dan informasi serta dukungan masyarakat maupun pelayanan kesehatan keduanya terindikasi berwarna kuning (SurveyMETER, 2013). Transisi warna sebagai indikator menjadi penting untuk memastikan posisi berdasarkan baseline dengan kategori yaitu Merah (< 25%), Orange (25% - 49%), Kuning (50% -74%), dan Hijau (75% - 100%).
Upaya mewujudkan kota sesuai Permensos No. 4/2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Ramah Lansia butuh kerja keras semua pihak, secara khusus komitmen Pemerintah Kota Surakarta. Dorongan terus menerus Sekber 65 bersama organisasi masyarakat sipil maupun kelompok yang mempunyai komitmen pada upaya peningkatan layanan kesejahteraan Lansia pada akhirnya berbuah. Rangkaian pertemuan berujung dengan ditetapkannnya Peraturan Walikota Surakarta No. 20/2018 tentang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia. Dengan tujuan memperpanjang usia harapan hidup, masa produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa serta mendekatkan diri kepada Tuhan YME (Pasal 4). Keberadaan Lansia sebagai bagian dari siklus kehidupan individu yang normal mesti dilayani dan pada saat yang bersamaan menjadi kebutuhan kolektif kota, maka kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial Lansia.
Uraian Pasal 3 (2) menjelaskan pendekatan kelanjutusian dilakukan lewat penghormatan, pemenuhan, perlindungan, pemajuan, inklusif dan tindakan khusus. Bagian dari implementasi kebijakan khusus Lansia ditingkat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi maka komitmen Pemerintah Kota Surakarta menjadi garda depan bagi upaya mewujudkan kesejahteraan Lansia. Komitmen dan kebijakan tersebut menjadi panduan teknis untuk melayani Lansia, ditegaskan dalam Perwali Surakarta No. 20/2018 pasal 5 (2) Baik pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, kesempatan kerja, pendidikan dan pelatihan, aksesibilitas pada sarana pra sarana umum, layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial, bantuan sosial, partisipasi dan politik serta hak kewajiban terkait dengan skema berkebudayaan. Basis kultural penghormatan dan penghargaan atas Lanjut Usia menjadi hal agenda kerja semua pihak.
Terkait dengan kebutuhan Lansia terdiskriminasi, bila di Perda Jateng No. 6/2014, hak dan kewajiban Lansia dijelaskan Pasal 5 (2) berupa memperoleh kehidupan yang layak, berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial, dan memperoleh bantuan so sial dan peningkatan kesejahteraan sosial. Termasuk didalamnya adalah hak dan kewajiban Lansia untuk mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan dalam Perwali Surakarta No. 20/2018, pasal 26 (3) memasukan pelayanan kedaruratan pelayanan sosial bagi Lansia yang mengalami situasi bencana alam maupun bencana sosail. Serta Lansia yang mengalami perlakuan salah meliputi diskriminasi, kekerasan dan penelantaran. Tentu saja upaya pelayanan sosial kedaruratan sebagai tindakan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan, melindungi dan yang penting dalam konteks diskriminasi yaitu pemulihan kesejahteraan Lanjut Usia (Pasal 26:1).
Kata kunci diskriminasi setidaknya menjadi terobosan bagi kebijakan khusus pada level Provinsi Jawa Tengah maupun Kota Surakarta untuk menjangkau individu maupun kelompok Lanjut Usia yang selama ini mengalami diskriminasi sistematis. Secara teknis semestinya kebijakan tersebut dapat memandu layanan yang lebih baik dan jelas lebih inklusif bagi Lansia dimanapun dengan latar belakang apapun. Tentu saja jaminan implementasi atas komitmen tersebut akan diuji bersamaan dengan upaya partisipasi yang lebih luas, baik oleh Lansia maupun stakeholder terkait. Oleh karenanya partisipasi dalam perencanaan pembangunan dan partisipasi politik yang diatur Perwali No. 20/2018 dalam Pasal 8 (2) menjadi kesempatan berharga bagi peran serta kerja-kerja untuk mendukung Lanjut Usia di Surakarta, lewat skema perencanaan pembangunan ditingkat daerah/kota (Pasal 31).
Mengingat keberadaan Peraturan Walikota Surakarta No. 20/2018 menjadi capaian yang harus diapresiasi dan membutuhkan upaya lebih intens dan kolektif untuk mengimplementasikannya. Oleh karenanya, secara kelembagaan upaya peningkatan kesejahteraan bagi Lanjut Usia di Surakarta memberikan mandat pada Komisi Daerah Lanjut Usia untuk mengkoordinasikan beragam kerangka kerja yang ada (Pasal 36). Komda Lansia mempunyai instrumen untuk memberi pertimbangan, mengkoordinir dan menyusun kebijakan dalam konteks implementasi kebijakan penyejahteraan Lanjut Usia. Komda Lansia juga harus mampu mengawal pelaksanaan teknis beragam jenis layanan yang diberikan oleh Pemerintah Kota bersama Dinas terkait program dan jenis layanan maupun secara teritorial bersama Camat maupun Lurah. Karena ujung dari semua bentuk implementasi akan berawal dari komitmen pelayanan bagi Lanjut Usia oleh semua pihak, baik individu, keluarga, masyarakat, pihak swasta maupun birokrasi Pemerintah Kota Surakarta.
Penetapan Peraturan Daerah No. 4/2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Lanjut Usia menjadi upaya strategis bagi Pemerintah Kota Surakarta menjadi panduan untuk menyelenggarakan kesejahteraan Lansia. Melalui peningkatan upaya kesejahteraan sosial Lansia, pemberdayaan Lansia, pemberdayaan masyarakat dan dukungan bagi pemberian penghargaan baik bagi Lansia Potensial maupun Lansia Tidak Potensial (Pasal 7-8). Skema pemberdayaan Lansia tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, upaya yang ada meliputi pelayanan keagamaan dan mental spiritual; pelayanan kesehatan; pelayanan kesempatan kerja; pelayanan pendidikan, pelatihan dan keterampilan; pelayanan mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas sarana dan prasarana umum; pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; dan bantuan sosial (Pasal 9).
Komitmen untuk memastikan agenda pemberdayaan Lansia, bertujuan agar menumbuhkan kemandirian dan meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup, meningkatkan taraf kesejahteraannya. Adapun upaya yang diagendakan meliputi pemberdayaan sosial, pemberian motivasi, pelatihan ketrampilan, pendampingan, pemberian stimulan modal dan peralatan usaha maupun akses pemasaran hasil usaha (Pasal 37). Urgensi agenda tersebut makin urgen, mengingat catatan Badan Pusat Statistik Kota Surakarta, sebanyak 56.697/10,98 % dari total penduduk yang berjumlah 516.102 jiwa maka dalam kurun waktu 5-10 tahun mendatang, Surakarta akan menyambut +100.000 orang lagi penduduk berusia lanjut yang disumbang dari penduduk berusia 45‐59 tahun saat ini (2017). Penetapan Perda No. 4/2019 jelas makin strategis mengingat skema pemberdayaan harus dilaksanakan mulai perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan pemberdayaan Lansia dan masyarakat sekaligus.
Bagian penting yang juga tidak bisa diabaikan adalah mandat pemberdayaan yang tentu saja tidak hanya menjadi tugas Pemerinta Daerah dalam menyelenggarakan kesejahteraan Lansia. Namun juga melibatkan peran serta masyarakat didalamnya, baik meliputi perorangan, kelompok masyarakat, organisasi, lembaga sosial maupun badan usaha (Pasal 38). Kondisi tersebut menjadi krusial mengingat keberadaan Lansia Potensial maupun Lansia Tidak Potensial dominasi ada ditengah-tengah warga. Pendekatan kebudayaan dan kekeluargaan menjadi basis utama bagi upaya menjaga, menguatkan maupun memberdayakan Lansia dengan kondisi yang ada. Tanggung jawab keluarga dan lingkungan dimana Lansia berada menjadi simpul strategis bagi upaya awal untuk memastikan agenda rehabilitasi bagi Lansia bisa dilakukan (Pasal 5, Permensos No 5/2018 tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia).
Keberadaan Komisi Daerah Lanjut Usia yang ditetapkan Walikota secara kelembagaan kemudian mengkoordinasi pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan Lansia, memberikan saran dan pertimbangan dalam menyusun kebijakan upaya peningkatan Kesejahteraan Lansia. Termasuk didalamnya mengkoordinasikan beragam agenda penyelenggaraan peningkatan kesejahteraan Lansia melalui Bina Keluarga Lansia, Kelompok di tingkat Rukun Warga, Paguyuban di tingkat Kelurahan, Forum Komunikasi Lanjut Usia ditingkat Kecamatan hingga Kota (Pasal 40). Impelementasi komitmen kebijakan khsusus pada Lansia tentu saja membutuhkan perencanaan, penyusunan program lewat tugas dan fungsi Organisasi Perangkat Daerah yang ada. Serta pelaksanaan kegiatan pemberdayaan Lansia yang juga didukung pembiayaan yang bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja daerah maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat (Pasal 42).
Terakhir, upaya yang sedang berlangsung adalah inisiasi Peraturan Daerah oleh DPRD Kota Surakarta terkait dengan Penyelenggaraan Kesejahteraan Lanjut Usia (2019). Rancangan kebijakan khusus oleh Legislatif menjadi agenda strategis bagi komitmen dan kebijakan yang integratif bagi pengelolaan program penyelenggaraan kejahteraan sosial Lansia. Peraturan Daerah yang dirancang akan menjamin intensif, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasinya program pro Lansia. Termasuk didalamnya komunikasi maupun keterlibatan masyarakat luas dalam komitmen jangka panjang untuk implementasi kebijakan yang inklusif bagi Lansia. Kerangka kebijakan lewat Perwali Surakarta Perda No. 4/2019 (mandat Perwali : Pasal 35) yang dirancang menjadi basis legitimasi bagi kebijakan khusus bagi skema program yang dirancang oleh Pemerintah Kota Surakarta. Sekaligus langkah awal yang penting bagi upaya kota memenuhi hak dasar warga, khususnya Lanjut Usia.
Kebutuhan untuk mendorong Peraturan Walikota (sebagai pengganti Perwali No. 20/2018) merupakan konsekuensi dari lahirnya Perda No. 4/2019, setidaknya tetap mendorong upaya menguatkan, memberdayakan dan memberi ruang bagi pran aktif Lansia. Prinsip keseimbangan, kesetaraan dan keserasian yang dimasukkan sebagai pondasi penting agar upaya penyelenggaraan peningkatan kesejahteraan Lansia melalui pendekaan penghormatan, pemenuhan, perlindungan, pemajuan, inklusif dan tindakan khusus. Selain itu, ruang lingkup penyelenggaraan mendorong partisipasi dalam pembangunan, partisipasi dalam politik dan berkebudayaan. Menjadi pelengkap pelayanan keagamaan dan mental spiritual; pelayanan kesehatan; pelayanan kesempatan kerja; pelayanan pendidikan, pelatihan dan keterampilan; pelayanan mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas sarana dan prasarana umum; pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; dan bantuan sosial serta perlindungan (Pasal 9).
Kunci partisipasi dalam pembangunan menjadi modal besar mengingat kerangka pembangunan daerah menjadi modal bagi upaya mendorong arus perencanaan pembanguna di level Kelurahan, Kecamamatan, hingga Kota. Karena praktek implementasi dari kebijakan khusus bagi Lansia tidak hanya berlaku dalam konteks kebijakan, namun harus menjadi pijakan kebijakan dan pelaksanaan program kota ke depan. Tantangan Kota Surakarta dalam upayang mewujudkan Kota Ramah Lansia adalah mengembangan fasilitas pendukung baik di gedung maupun ruang terbuka, transportasi maupun perumahan, tidak hanya diimpelementasikan di kota namun juga terwujud dilingkungan warga. Untuk itu, partisipasi Lansia dalam pembangunan jelas bermandatkan upaya afirmasi bersama dalam kerangka kerja Organisasi Perangkat Daerah kedepan.
Kemudian implementasi program untuk mendukung upaya pemenuhan hak Lansia lewat partisipasi sosial, penghormatan, inklusi sosial, komunikasi dan informasi serta dukungan masyarakat maupun pelayanan kesehatan. Baik dalam konteks bantuan sosial (Pasal 34) berupa pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial, pelayanan sosial melalui Keluarga Sendiri (home care service) maupun pelayanan sosial melalui Keluarga Pengganti (faster care service). Kerangka Perwali sedianya bisa mengatur upaya mewujudkan jaminan sosial berupa asuransi kesejahteraan maupun bantuan sosial langsung berkelanjutan, dengan dasar kebijakan teknis Walikota. Selain itu, upaya pemberdayaan Lansia yang menempatkan upaya pemberdayaan, motivasi, pendampingan, modal hingga pemasaran. Implementasi tersebut menjadi komitmen bersama menjadi agenda dan program stakeholder kota.
Keberadaan dasar kebijakan Pemerintah Kota Surakarta sedianya menjadi payung hukum normatif dan teknis dalam upayanya untuk merencanakan, menganggarkan dan melaksanakan komitmen Kota Surakarta atas upaya peningkatan kesejahteraan Lanjut Usia. Komitmen Peraturan Daerah penyelenggaraan kesejahteraan Lanjut Usia bakal menjadi titik tolak penting bagi peningkatan upaya kesejahteraan sosial Lansia, pemberdayaan Lansia, pemberdayaan masyarakat penghargaan Lansia dan sekaligus. Sehingga tujuan memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif, kemandirian dan kesejahteraan, terwujudnya dukungan dan komitmen dari Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat terhadap terwujudnya kesejahteraan Lansia berdasar sistem nilai budaya. Semoga harapan bahwa setiap warga Surakarta bisa bersama-sama berupaya mewujudkan kerangka nilai tradisi dan budaya yaitu menunaikan kewajiban menghormati, berbakti pada orang tua dan menjunjung tinggi derajat serta martabat orang tua: mikul dhuwur mendhem jero. #KotaSolo #Lansia
Oleh Akhmad Ramdhon
Catat refleksi bersama Elsam Jakarta