Mengklik-Mengklik, Nayu Cengklik

Kampung Cengklik, berada didaerah Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari. Menurut warga, kampung ini mulai dibangun sekitar tahun 1995. Kampung ini dinamakan Cengklik karena tanahnya yang tinggi meskipun yang tinggi hanya di sebelah timur rel. Sedangkan Nayu Cengklik hanyalah sebutan khusus untuk RT 02 saja. Sekarang, ada 50 kepala keluarga yang ada di RT 02 tetapi sekitar 10 KK pasif. Masa kepimpinan ketua RT selama 4 tahun dan ketua RT dapat dipilih dua kali berturut-turut. Sistem pemilihannya dilakukan secara langsung oleh warga (satu KK, satu suara) dan panitia merupakan mantan ketua RW yang dianggap sesepuh. Untuk pemilihan ketua RW, sudah terjadi 4 kali. Yang terpilih adalah Pak Dwidoyo (alm.), Pak Wisnu (alm.), Pak Narjo (alm.), dan sekarang dijabat oleh Pak Suyatno.

Lokasi kampung yang amat strategis memudahkan masyarakatnya sendiri untuk mendapatkan pendidikan, melakukan kegiatan ekonomi (belanja ke pasar Nusukan dan warung di sekitar kampung), akses kesehatan di puskesmas (terletak di RT 03), mengadakan kegiatan-kegiatan kampung, dan lain sebagainya. Bahkan di dalam kampung ini sendiri terdapat banyak industri rumahan yang beragam. Kampung ini bisa disebut sebagai kampung mandiri, kampung yang memiliki semangat untuk berusaha. Ditambah lagi warga kampung yang sangat ramah satu dan lainnya, maupun dengan para pendatang.

Nayu Cengklik merupakan nama yang hanya dipakai di RT 02, karena di tiga RT lainnya menggunakan nama Cengklik saja. “RT 02 menggunakan nama Nayu Cengkilk karena lokasinya dekat dengan Nayu Lor sehingga nama Nayu menjadi bagian nama dari RT 02. Legenda nama Cengklik ini sendiri adalah dulunya ada sebuah hewan uceng (sejenis hewan air) yang mengklik-mengklik (naik) di pohon kelapa. Jadi, warga kemudian menyebutnya Cengklik,” ujar Bu Tin yang merupakan salah satu tokoh masyarakat yang tinggal bahkan lahir dan besar di kampung ini mulai tahun 1943. Dahulu di kampung ini memang banyak terdapat pohon kelapa.

Eyang Wisnu, begitulah warga sekitar memanggilnya. Beliau adalah salah satu tokoh masyarakat dan sesepuh di kampung Nayu Cengklik yang bertempat tinggal di RT 2 RW 20. Eyang Wisnu mengungkapkan, kampung Nayu Cengklik sendiri berasal dari sebutan tanah yang tinggi atau “Cengklik” sehingga ketika terjadi banjir daerah tersebut tidak terkena imbasnya. Administrasi di Kampung Nayu Cengklik zaman dulunya terbagi menjadi 27 RT dan 9 RW. Untuk RW 18, RW 19, dan RW 20 dulu merupakan satu kesatuan sebuah RW yang hanya diketuai oleh satu orang kepala RW, yaitu Eyang Wisnu.

Dulu istilahnya juga bukan Rukun Warga (RW), tetapi Rukun Kampung (RK).
 Dulu itu di sini kalo ga salah RT 09, RK
,” kata Bu Anna, istri dari ketua RT 02 dan
anak dari mantan ketua RW, Bapak Wisnu.

Sama halnya dengan kampung Nayu Cengklik ini, kampung tetangga yang tepat bersebelahan dengan Nayu Cengklik, dan hanya berbataskan jalan kecil, kampung Sumber Nayu, Kadipiro. Yang membedakan antara kampung Nayu Cengklik ini dengan kampung Sumber Nayu di masa sekarang dapat dilihat dari kegiatan PKK. Di kampung Nayu Cengklik, setiap ada pertemuan PKK, para pengurus selalu menyediakan konsumsi, baik itu diperoleh dari iuran atau pun sukarela dari tuan rumah dimana tempat diselenggarakannya pertemuan PKK. Tapi lain halnya dengan kegiatan PKK yang diadakan di kampung Sumber Nayu, warga sama sekali tidak menyediakan konsumsi.

Dulunya warga kampung Nayu Cengklik ini sangat miskin sekali, karena dalam satu kampung hanya ada satu warga yang memilki listrik, gelap gulita, dan ditambah jalanan becek ketika musim hujan datang.  Rumah warga banyak yang beralaskan tanah dan dinding pun masih berasal dari bambu,” kata Ibu Sunarjo, sesepuh kampung, mantan ketua RW.

Sejarah lainnya yang terungkap di kampung ini dari cerita Bu Tin, yang memang sejak kecil tinggal di kampung ini dan ketika zamannya Pak Soekarno, adalah dulunya kampung ini merupakan tempat demarkasi. Di daerah Ngemplak dan Mojosongo merupakan jajahan Belanda. Dari Ngemplak ke Cengklik adalah daerah RI. Margayudan adalah salah satu basis dan markas Belanda. Sedangkan di Cengklik sendiri pada zaman itu tidak terjajah. Kampung ini merupakan markas tentara RI, maka tentara Belanda sering menggempur  tempat ini. Markas tentara RI berada di rumah Pak Bei (salah satu warga di RT 02). Bahkan, di wilayah Cengklik menggunakan uang RI sedangkan daerah Ngemplak menggunakan uang Belanda. Selain tempat Pak Bei, tentara RI menggunakan rumah Bu Nanto sebagai tempat pengungsian.

Gerak sosial masyarakat di kampung Nayu Cengklik berpusat di rumah salah satu warga bernama Pak Minarno. Halaman rumahnya yang luas dijadikan sebagai tempat berkumpul oleh penduduk kampung (lapangan RT sementara). Mulai dari acara tirakatan setiap 17 Agustus, juga beberapa acara lainnya yang membutuhkan banyak ruang. Bahkan rumah tersebut sudah dijadikan posyandu balita tetap RW 20 bernama Posyandu Mawar. Begitu juga dengan rumah Ibu Tin, salah satu sesepuh kampung yang tinggal di RT 4. Rumah beliau juga dijadikan sebagai tempat berkumpul ketika ada acara ibadat, juga kegiatan rutin yaitu posyandu lansia RW 20. Di rumah inilah terjadi hubungan sosial yang erat, khususnya para sesepuh-sesepuh kampung yang masih tetap ikut dalam kegiatan ini. Rumah ketua RW dan Ketua RT di kampung ini juga salah satu bentuk sosial dari kampung. Di sanalah warga berinteraksi dengan pemimpin kampung, terutama memohon bantuan untuk urusan sipil. Biasanya di sore hari menjelang maghrib, kampung Nayu Cengklik mulai terlihat ramai oleh warga yang berinteraksi di luar rumah. Di kampung Nayu Cengklik juga banyak anak-anak yang bisa kita temui. Biasanya sepulang sekolah anak-anak ini mulai terlihat cukup ramai sedang bermain di luar rumah. Anak-anak yang ada di kampung ini sering dijumpai sedang asik bermain sepeda.

Gerak sosial yang tak kalah penting di kampung ini adalah pos kamling. Di tempat ini, tiap malam harinya para kepala keluarga mendapatkan jadwal untuk ronda. Yang membuatnya unik, hanya di kampung ini sajalah yang kegiatan ronda malamnya masih tetap berjalan. RT-RT lainnya di RW 20 tidak ada yang menggalakkan kegiatan ronda malam. Alhasil, keeratan hubungan antarpenduduk kampung (terutama kepala keluarga) terus terjaga setiap malamnya. Inilah yang kemudian membuat kampung kami semakin unik. Pos ronda yang merupakan bangunan kecil berwarna merah, terdapat satu kentongan yang menjadi penanda bahwa pos tersebut masih hidup. Ketika melaksanakan ronda malam, para warga bisa sambil menonton televisi yang tersedia di pos ronda tersebut namun menghadap keluar sehingga semua orang bisa melihatnya. Hal-hal tersebut semakin menguatkan interaksi sosial yang terjadi di kampung ini. Tak lupa, mereka juga memutari kampung untuk mengambil uang receh (jimpitan) yang sudah disiapkan warga di depan rumah mereka masing-masing.

Selain itu, keberadaan rumah ibadat menjadi salah satu bangunan penting yang digunakan penduduk kampung untuk melakukan kewajiban agamanya masing-masing. Terdapat 3 gereja dan 1 masjid di kampung ini. Gereja di sini adalah gereja Kristen, karena memang penduduk kampung kebanyakan beragama Kristiani. Meskipun begitu, tidak hanya penduduk yang beragama Kristen saja yang memanfaatkan lahan gereja. Sarana kesehatan seperti Puskesmas juga terdapat di kampung ini sehingga penduduk kampung lebih mudah dalam mengakses kesehatannya. Masjid Baitul Iqror yang ada di Nayu Cengklik ini terletak di pinggir jalan raya. Dan masjid ini cukup besar, sehingga banyak orang yang datang ke masjid untuk melakukan ibadah sholat. Baik siang ataupun malam banyak mampir di masjid ini. Kebanyakan yang datang berasal dari luar kampung yang sedang berkendara di jalan dan kebetulan lewat di depan masjid Baitul Iqror ini.

 

Pendidikan tak kalah penting menjadi suatu pusat sosial. Di kampung ini terdapat 4 pusat pendidikan, yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) dan PAUD, juga 3 kampus kecil. Namun sayangnya, lokasi pusat pendidikan ini sangat terpencil karena berada di gang-gang sempit. Sehingga penduduk kampung susah mengaksesnya dan tidak begitu terlihat. Gedung TK tersebut terkadang juga dialihfungsikan untuk acara kegiatan gereja, khususnya agama Katholik, melakukan ibadat, latihan koor, berkumpul, dan lain sebagainya. Biasanya kegiatan ini dilakukan malam hari ketika bangunan TK sudah tidak digunakan. Di kampung Sumber Nayu, Kadipiro, terdapat Sekolah Dasar. Letaknya yang tidak jauh dari wilayah kampung Nayu Cengklik membuat beberapa penduduk kampung lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka di tempat tersebut. Dua kampus kecil yang terdapat di kampung ini terletak di RT 4, yaitu STIE, Politeknik, dan BSI. Ini juga yang membuat tumbuhnya perekonomian masyarakat melalui tempat kos-kosan.

Kampung Nayu Cengklik terbangun dari berbagai macam jenis industri rumah tangga. Inilah yang membuat gerak ekonomi masyarakatnya terus stabil. Banyak perubahan yang terjadi dalam bidang ekonomi di kampung ini, khususnya pertumbuhan dalam bidang industri. Dulunya, kampung ini masih banyak berupa pekarangan tanah kosong luas yang dipenuhi semak belukar. Hanya sedikit lahan yang dimanfaatkan untuk membangun rumah. Namun sekarang, industri berkembang pesat di sini. Ini membuktikan bahwa penduduk kampung adalah penduduk yang mandiri. Mereka membuka industri rumah tangganya masing-masing. Contoh jenis industri yang ada di kampung ini adalah batik tulis dan cap, mebel, beras, abon ayam, salon, bawang goreng, usus goreng, minuman jahe, counter pulsa, percetakan, bandeng, katering, warnet, game online, dan pengembangbiakan anjing. Usaha-usaha ini membuat kehidupan ekonomi masyarakat tercukupi, meski masih ada beberapa rumah tangga yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

 

Adanya warung di daerah Nayu Cengklik juga membangun gerak ekonomi masyarakatnya. Jarak antara satu warung dengan warung lainnya berjauhan, tidak terpusat di salah satu tempat. Di RT 02, terdapat satu waserba (warung serba ada) bernama ‘Strong Family’ yang memang sudah terkenal dan penduduk kampung pun sering berbelanja di warung ini. Pemilik warung pun sangat dekat dengan para tetangga, khususnya warga RT 01 dan RT 02. Warung ini berkembang pesat. Dulunya warung ini merupakan warung yang sangat kecil, hingga sekarang menjadi waserba yang besar. Namun terkadang warung ini suka dimanfaatkan para pelajar untuk nongkrong-nongkrong, membuang waktu luang. Sebenarnya banyak warga yang keberatan dengan keberadaan anak-anak pelajar tersebut di tengah kampung. Namun, selama anak-anak tersebut tidak melakukan perbuatan yang negatif, warga kampung bisa menerimanya.

Letak kampung yang bersebelahan dengan wilayah kampung Sumber Nayu, Kadipiro, membuat masyarakat juga sering melakukan transaksi jual-beli di sana. Ada sekitar 4 warung di wilayah tersebut yang menjadi pusat transaksi ekonomi penduduk kampung Nayu Cengklik. Mulai dari warung-warung biasa, hingga warung yang merangkap sebagai ‘pasar rumah’. Karena di wilayah kampung ini terdapat 3 kampus kecil, hal ini membuat usaha kos-kosan di kampung ini berkembang cukup pesat (terutama yang terpusat di RT 04). Tentunya hal ini membawa dampak baik bagi penduduk kampung karena tempat kos ini merupakan salah satu usaha yang menjanjikan. Tidak hanya kos-kosan bagi mahasiswa mahasiswi, namun di Nayu Cengklik terdapat juga kos-kosan yang dihuni oleh keluarga, maupun orang yang bekerja.

 

Istiana Miftahurohmah, Salindri Kusumawati, Riswanda Risang A.,                   
Aldora Nuary Wismianti, Linggar Singgih A., Khodori Nurruhmanto,  Ardietya Kurniawan

 

 

Berita Terkait