Kampung Beting, Pontianak, Kalimantan Barat

Indah Kartika Sari

 

Tulisan ini dipresentasikan dan didiskusikan dalam Diskusi Kampung yang diadakan oleh RCUS bertempat di Bumi Pemuda Rahayu pada  29-30 Januari 2015. Diskusi tersebut diikuti oleh peneliti, komunitas dan lembaga yang selama ini bekerja bersama dan untuk kampung seperti Kampungnesia, Program Arsitektur Kampung UNS,  Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Tanjung Pura, ArkomJogja, Paguyuban Kalijawi, Combine Resource Institution,  Kunci Cultural Studies, Ayorek Surabaya, gerobak Hysteria Semarang, dll.

Salah satu wujud arsitektur lokal yang masih eksis di wilayah nusantara dan masih menyimpan karakter arsitektur lokal di dalamnya adalah Kampung. Keunikan kampung di Kalimantan Barat terletak pada  sistem keterhubungan antar ruang tersebut. Setiap kampung-kampung tersebut memiliki elemen arsitektur yang sama, baik penempatan maupun fungsi-fungsinya. Konfigurasi ruang dalam kampung membentuk karakter dalam permukiman di Kalimantan Barat.

Kampung beting merupakan kampung pertama setelah dibangunnya istana Kadariah yaitu istana kerajaan Pontianak sebagai pusat kerajaan di masa lampau, kampung ini memiliki elemen arsitektur berupa langgar (elemen peribadatan), kopol (dermaga), tiga buah rumah besa’ (tempat bermusyawarah) dari tiga tokoh suku berbeda, rumah balai (elemen pemerintahan) dan makam. Bentuk tatanan dari konfigurasi kampung dipandang sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas stylistic system, physical system dan spatial system. Susunan dari sistem tersebut terdiri atas elemen-elemen atau unsur-unsur pembentuk lingkungan yang terwujud di dalam suatu kawasan dan menjadi penunjang aktivitas perilaku kehidupan manusia. Latar belakang sosial-kultural dan tingkat adaptasi masyarakat cenderung beragam. Elemen-elemen dan tatanannya menjadi artefak dari cerminan karakter wujud kebudayaan dalam permukiman tersebut. (Sari, 2013, 2014)

 

Posisi Kampung, berada tepat dibelakang mesjid dan posisi mesjid sejajar dengan letak istana kerajaan Pontianak. Letak istana tersebut berada di pertigaan sungai Kapuas dan sungai Landak. Pada masa lampau jalur sungai ini digunakan sebagai akses utama dan merupakan jalur perdagangan yang dilalui dari berbagai wilayah.

 

Keunikan kampung beting yang merupakan kampung pertama kerajaan Pontianak yaitu mengenai elemen-elemen arsitekturnya. Hal tersebut terlihat memiliki karakter jika dilihat dari stylistic system, physical system dan spatial systemnya. Dikutip dari Habraken, 1976 pada dasarnya untuk mengetahui karakter bentuk arsitektur dapat dilakukan dengan tiga cara yang diantaranya:

  1. Stylistic System, berhubungan dengan tampilan bangunan misalnya bentuk bangunan.
  2. Physical System, mengidentifikasi melalui karakteristik komponennya yaitu bahan dan struktur elemen pembentuk ruang.
  3. Spatial System, mengidentifikasi karakter ruang dan bagaimana hubungan antara ruang-ruang tersebut orientasi maupun hirarki.

Bangunan kampung terdiri atas bangunan rumah tinggal dengan bentuk rumah panggung. Pada masa lampau terdapat rumah lanting, rumah ini berupa rumah tinggal yang terletak diatas air. namun kini rumah lanting tersebut telah berubah bentuk menjadi rumah panggung. Bahan dan struktur masih menggunakan bahan kayu. Orientasi bangunan didalam kampung juga memiliki karakter tersendiri. Hirarki bangunan terlihat jelas yakni Mesjid Jami merupakan bangunan tertinggi di kampung tersebut dan bangunan tokoh masyarakat lebih tinggi dari bangunan rakyat.

Rumah Panggung didalam kampung memiliki tiga tipe rumah. Tipe rumah menunjukkan kasta dari penghuni rumah. Tipe tersebut diantaranya tipe rumah Potong Godang, tipe rumah potong kawat dan tipe rumah potong limas. Tipe rumah potong limas biasanya ditinggali oleh tokoh masyarakat yang berkaitan dengan kerajaan.

 

Rumah lanting merupakan rumah yang ditinggali rakyat. Pada masa lalu, mereka bekerja sebagai pengawal kerajaan. Rumah ini terletak diatas air dan balok-balok kayu sebagai media apung bangunan tersebut. Hasyim (1999) memaparkan bahwa walaupun rumah lanting tidak dapat lagi ditemukan di Kampung Beting, namun jejak fisik rumah lanting masih dapat dijumpai dengan masih banyaknya batang-batang kayu besar yang terpendam di dalam lapisan lumpur. Perubahan hunian rumah lanting yang awalnya bersifat sementara kemudian menjadi rumah panggung bersifat permanen menyebabkan terjadinya perubahaan konstruksi bangunan. Namun di Kota lain di Kalimantan Barat masih dapat dijumpai rumah lanting.

 

Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sebagian besar pulaunya dilalui jalur sungai dan ribuan anak-anak sungai. Keadaan geografis ini menjadikan Kota  Pontianak sering disebut sebagai kota seribu parit. Menurut Hassanudin, dkk (2000:21) bentuk awal ibu kota di Kalimantan Barat, Kota Pontianak dipengaruhi oleh letak geografis dipersimpangan sungai yakni sungai Landak dan sungai Kapuas. Jalur ini merupakan jalur yang mudah dalam menyelenggarakan transportasi dan komunikasi disekitar Kota Pontianak. Bagi suatu kerajaan, kondisi tersebut merefleksikan geliat taktis dan strategis dari gaung kekuatan politik, sosial ekonomi, kebudayaan dan militernya. Akibatnya Kota Pontianak termasuk kerajaan terpenting di wilayah Kalimantan. Kampung pertama yang ditempatkan didaerah delta sungai Kapuas dan sungai Landak juga dipilih karena memiliki beberapa pertimbangan strategi-strategi yang mempengaruhi perkembangan setiap wilayah.

Perkembangan Kota Pontianak diawali dari sebuah ide yang mempertimbangkan keselarasan dan keseimbangan antara potensi alam, potensi masyarakat heterogen (plural dan multikultural). Namun kini, tidak terjadi perubahan kondisi fisik arsitektur kawasan tersebut diantaranya fungsi bangunan seperti rumah Besa’ maupun rumah Balai sudah tidak difungsikan lagi. Keadaan ini dimulai semenjak bergesernya pemerintahan kesultanan (kerajaan) menjadi pemerintahan republik. Perubahan sistem kampung menjadi kelurahan memberikan dampak pada pengaturan kewenangan terhadap status sosial didalam kampung beting, yang awalnya sistem pemberian tanah berasal dari anugerah sultan namun kini melewati sistem jual beli ataupun sistem waris. Bentuk rumah yang awalnya berukuran besar karena memiliki 3 ruang utama (rumah induk, pelamtaran, rumah dapo’) kini terpisah menjadi beberapa bagian dan beberapa hadapan/orientasi. Jembatan yang awalnya berbentuk lengkung kini menjadi lurus karena perkembangan teknologi transportasi. Dahulunya masyarakat menggunakan sampan tapi sekarang masyarakat menggunakan motor diatas gertas sehingga memerlukan jembatan yang datar. Hal ini memberikan pengaruh, pada sore hari disaat air pasang, pengguna sampan harus menunduk dibawah jembatan.

Perubahan sistem pemerintahan memberikan dampak pada kampung ini. Pada masa lalu sebagian besar masyarakat kampung Beting merupakan tokoh masyarakat dan prajurit kerajaan. Namun perubahan sistem kesultanan menjadi kepresidenan membuat masyarakat setempat mengalami penurunan perekonomian. Mereka yang awalnya merupakan prajurit kerajaan menjadi pengangguran. Kondisi ini diperparah dengan masuknya kriminalitas didalam kawasan. Pengeredaran Narkoba didalam kampung membuat kampung bersejarah yang awalnya menjadi saksi sejarah perkembangan kota kini menjadi saksi bisu rusaknya anak bangsa.

Mirisnya keadaan ini membuat beberapa remaja maupun tokoh-tokoh masyarakat di Kota Pontianak membuat suatu gebrakan agar dapat mengangkat kembali nilai kampung beting.  Kegiatan-kegiatan kreatif ini diharapkan dapat mengurangi paradigma negatif yang berkembang dikampung tersebut.

 

Daftar Pustaka

Hasanuddin, Bambang Hendrata S.P, Pembayun Sulistyorini, 2000. Pontianak 1771-1900 Suatu Tinjauan Sejarah Sosial Ekonomi. Romeo Grafika Pontianak.

Habraken, N.J. 1976; Variations: The Systematic Design of Supports; MIT Cambridge; Massachusetts

Sari, Indah Kartika, 2013a. Perubahan Arsitektur Permukiman Kampung Beting Kota Pontianak. Thesis Program of Magister. Yogjakarta: University of Gadjahmada. (Unpublished).

______________, 2013b. The Changes of Settlement Architecture Beting Vilage Pontianak City.

National Journal of space#1 Penataan Ruang Kearifan Lokal dalam Pembangunan Berkelanjutan. Bali: University of Hindu Indonesia.

_____________  , 2014. The Changes of characteristic Settlement Architecture Beting Vilage

Pontianak City. Journal of Architecture Langkau Betang Volume 1 No.1.Pontianak: University of Tanjungpura.

www.saewad.blogspot.com

www.beritakalimantan.co

www.bloggerborneo.com

 

Indah Kartika Sari-Dosen Arsitektur Universitas Tanjung Pura, Pontianak

Sumber http://rujak.org/2015/03/kampung-beting-pontianak-kalimantan-barat/

 

 

Berita Terkait