Pelibatan Anak Muda Dalam Pendampingan Korban HAM

Pelibatan generasi muda adalah salah satu strategi yang dilakukan oleh pilar HAM dalam upaya mendorong dan mewujudkan inklusi sosial bagi korban pelanggaran HAM masa lalu. Di berbagai lokasi program, sejumlah mitra pelaksana secara rutin melakukan kegiatan yang melibatkan anak muda sebagai kader relawan untuk pendampingan korban perempuan dan lansia, terutama dalam proses-proses pemulihan psikososial dan pendokumentasian korban untuk membantu korban dalam memperoleh akses layanan dan bantuan sosial dari berbagai pihak. Di Solo, organisasi korban Sekber ’65 pun melakukan strategi ini melalui beberapa kegiatan, seperti forum generasi muda, pementasan ketoprak bersama seniman-seniman muda, serta kegiatan-kegiatan publik yang diselenggarakan di universitas. 

Salah satu kegiatan publik yang diselenggarakan oleh Sekber ’65 bersama Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) adalah ‘Melaung HAM’, yang diadakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, 27-29 November 2019. Pasca kegiatan ini, kerjasama institusional antara Sekber ‘65 dan pihak kampus mengarah kepada kerjasama yang lebih programatik. Awalnya, kerjasama dengan pihak kampus hanya terbatas pada keterlibatan dosen sebagai narasumber dalam kegiatan-kegiatan Sekber ‘65 atau penyediaan akses pemakaian ruang di kampus untuk kegiatan-kegiatan Sekber ‘65. Namun, pasca kegiatan ‘Melaung HAM’, di mana dalam salah satu sesi seminar Kepala Program Studi (Kaprodi) Sosiologi UNS Dr. Argyo Dermastoto menyatakan empati terhadap korban peristiwa ’65, Kaprodi kemudian menyatakan komitmen untuk melibatkan mahasiswanya dalam kegiatan-kegiatan bersama korban ’65. 

Salah satu bentuk pelibatan yang disepakati bersama antara Sekber ’65 dan staf pengajar Sosiologi UNS adalah magang. Mewakili fakultas, dosen Sosiologi UNS Akhmad Ramdhon menginisiasi pertemuan dengan pihak Sekber ’65 dan mendiskusikan bentuk-bentuk dukungan apa yang bisa diberikan oleh mahasiswa yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Merespon tawaran tersebut, Sekber ’65 memandang bahwa saat ini pendokumentasian para korban amat mendesak dilakukan, terutama mengingat usia korban yang semakin tua dan rentan, serta terganggu kesehatan dan ingatannya. Dokumentasi dan pengarsipan cerita atau testimoni korban sangat penting untuk dilakukan untuk mendukung upaya penyelesaikan kasus HAM jika Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang baru akhirnya disahkan oleh pemerintah.  

Setelah diskusi yang dilakukan dengan Sekber ’65, terdapat dua mahasiswa yang tertarik untuk magang dan melakukan pendokumentasian korban di Sekber ’65. Kedua mahasiswa tersebut, Khalis Asyifani dan Vira, kemudian datang ke kantor Sekber untuk berdiskusi dan mendapatkan pengarahan dari Sekber ’65. Bagi Khalis, mahasiswa Sosiologi UNS semester 6, kesempatan magang ini menjadi kesempatan pertama untuknya mendalami isu pelanggaran HAM masa lalu. Di Sekber ’65, ia mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi langsung, mengakses sumber bacaan dan referensi informasi yang beragam tentang pelanggaran HAM masa lalu, serta mempelajari langkah kerja untuk melakukan pendokumentasian. Bagi kedua mahasiswa, diskusi bersama Sekber ’65 memberikan sudut pandang baru mengenai peristiwa ’65.

Khalis dan Vira juga mengikuti kegiatan pertemuan korban di Solo dan Karanganyar. Pertemuan langsung dengan korban memberikan mereka pengalaman yang berkesan. Kedua mahasiswa melihat langsung bagaimana pertemuan-pertemuan korban memberikan semangat hidup bagi korban yang seluruhnya berusia lanjut. Dari proses pendokumentasian cerita dan kesaksian korban tersebut, mereka juga mengetahui sisi lain dari peristiwa ’65 yang tersembunyi dari sejarah. Selain itu, tidak hanya terlatih untuk mendalami topik-topik sejarah dan sosial politik sesuai bidang studi mereka, melalui proses pendokumentasian ini mereka terlatih untuk melakukan analisis sosial secara kritis atas informasi yang mereka dokumentasikan. 

Bagi Sekber ‘65 keterlibatan mahasiswa dalam proses pendokumentasian ini dirasa sangat membantu. Sekber ’65 juga merasa senang dapat menyaksikan mahasiswa, yang awalnya memiliki pemahaman terbatas tentang isu ’65, dapat langsung berproses dan mendapatkan pengalaman berharga dari pertemuan langsung dengan korban. Pendokumentasian yang dilakukan oleh mahasiswa juga menjadi aset penting untuk kerja-kerja Sekber ’65 ke depan.

Meski pasca status pandemi COVID-19 (Maret 2020) kegiatan pendokumentasian dihentikan sementara karena Solo ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) COVID-19, sejauh ini telah ada 13 cerita korban yang terdokumentasikan dan menjadi dokumen Sekber ‘65. Magang mahasiswa untuk pendokumentasian korban ini akan dilanjutkan pada semester berikutnya. Akhmad Ramdhon menyatakan bahwa program magang ini akan terus dilanjutkan, dengan harapan agar semakin banyak mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan bersama korban, serta semakin banyak muncul kesadaran baru mengenai isu HAM, agar inklusi dan perlindungan bagi korban pelanggaran HAM masa lalu dapat terwujud.
 
Sumber : https://programpeduli.org/blog/pelibatan-anak-muda-dalam-pendampingan-korban-65-di-solo/ 
 

Berita Terkait