Memahami Perubahan, Menyusun Proyeksi Kampung-Kota

Srawung Kampung-Kota #3 menjadi ruang berbagi banyak sekali cerita dan pengalaman kampung kota, merasakan ada di dalam kampung maupun orang-orang yang menjadi pendamping masyarakat kampung dan kota yang ada sekarang ini. Acara Srawung kampung #3 ini diawali oleh dua sesi diskusi yang sangat inspiratif dari pembicara.Purnawan Basundoro, Guru Besar Sejarah UNAIR, membahas banyak terkait terminologi kampung dari segi sejarah.
 
Kampung memiliki definisi yang lekat dengan dengan romantisme-romantisme yang ada di suatu tempat, mereka terjaga dari catatan sejarah mengurung diri dan terkurung dari banyak sekali aspek kebersamaan, gotong royong antar anggota masyarakatnya. Kampung dapat dipelajari sebagai sebuah ekosistem ruang yang menyediakan banyak sekali pembelajaran bagi masyarakat sekarang. Kampung adalah kekayaan yang dimiliki kita semua saat ini, di antara pembangunan perkotaan yang begitu megahnya.
 
Purnawan menceritakan terkait kampung dengan sangat menarik sehingga kita dapat masuk dan ikut merasakan bagaimana menjadi seorang yang ada di sana. Ia mengisahkan bagaimana kampung di salah satu kota besar di Indonesia, yakni Surabaya, dapat hidup dan menjadi sebuah kekayaan yang dimiliki kita saat ini. Kampung tersebut adalah Kampung Maspati, kampung yang ada di tengah-tengah Kota Surabaya dengan catatan sejarah yang sangat menarik untuk digali dan diingat kembali.
 
Kampung yang mengurung masa lalu dan dimanfaatkan oleh masyarakatnya untuk menjadi sebuah komoditas yang dapat berfungsi sebagai cagar ingatan tentang kampung di tengah riuhnya pembangunan perkotaan Surabaya. Kekreatifan anggota masyarakat kampung, sekarang dapat menjadi sesuatu yang baik untuk dapat mempertahankan bagaimana kampung itu sebenarnya.
 
Gerakan masyarakat Surabaya dahulu hingga sekarang memang menjadi salah satu kunci penting terjaganya budaya Kampung. Solidaritas mekanik yang terjadi di dalam masyarakat Maspati dapat dilihat dari karakteristik masyarakat Surabaya, yang mungkin sering kita dengar sekarang sebagai ‘Arek Suroboyo’ yang hidup dengan kebersamaan dan berani.
 
Mereka juga sangat terbuka, yang mungkin tercipta karena mereka tinggal di dekat pesisir pantai sehingga sering bertemu dengan orang baru. Karakteristik terakhir dari masyarakat Surabaya adalah gotong royong karena kultur agraris melekat pada masyarakat sana. Salah satu tokoh sentral yang mendorong dibangunnya Desa Maspati sebagai sebuah objek budaya dan kekayaan dari Surabaya adalah Sabar. Sabar adalah salah satu ketua RW yang mau berkontribusi menjaga kampung Maspati sebagai desa wisata. Sabar menjelaskan cikal bakal bagaimana Kampung Maspati dapat dikenali oleh banyak orang sekarang ini. Pertama adalah dengan mengikuti lomba yang dibuat oleh pemerintah daerah, yaitu Green and Clean.
 
Akhirnya, mereka bergotong-royong mengubah kampung mereka seperti sekarang ini. Solidaritas di dalam masyarakat terlihat dengan kesungguhan mereka membangun kampungnya sendiri. Meskipun hadiah yang didapatkan tidak sebanding dengan modal yang keluar, namun kegotongroyongan mereka adalah kunci terbentuknya Kampung Maspati sekarang ini.
 
Kampung kaya akan budaya yang membangun kehidupan masyarakat sampai saat ini. Kampung adalah sebuah ruang yang sangat penting di dalam perkotaan. Tanpa ada kampung, Indonesia tidak akan berdiri. Penawaran tersebut adalah semua hal yang berhubungan dengan sebagaimana kampung menyediakan banyak sekali hal yang ada dan membangun perkotaan. Kampung adalah salah satu yang menyediakan stok pengetahuan dan budaya masyarakat.
 
Hal yang harus dilakukan dari Kampung untuk dapat memunculkan diri adalah peran dari masyarakatnya yang dapat memobilisasi anggota. Selain itu, perlu juga ketangkasan untuk membangun jejaring di luar kampung seperti komunitas, atau pemerintahan daerah itu sendiri.
 
Budaya Kampung
Pembicaraan mengenai kampung dilanjutkan oleh Bobi Setiawan, Guru Besar Planologi UGM, ia membahas tentang keberdayaan masyarakat kampung terhadap persoalan masa depan mereka. Menurutnya, kampung terbangun dari berbagai romantisme dan bisa jadi romantisme tersebut adalah sebuah hal yang negatif seperti rantai kemiskinan yang terus menerus dipelihara hingga sekarang.
 
Persoalan yang bisa diangkat adalah mengenai pertanyaan mengapa ada beberapa kampung di Indonesia yang secara historis mengalami stagnasi hingga sekarang ini. Hal ini harus ditelisik lebih dalam secara historis dan menemukan akar dari permasalahan tersebut. Permasalahan yang terjadi di kota diawali dengan perkembangan zaman dan pembangunan yang mau tidak mau ada dan harus diikuti oleh masyarakat kampung.
 
Dampak modernisasi diprediksi akan membuat masyarakat kampung akan hidup di daerah perkotaan pada tahun 2050 nanti. Hal ini tidak bisa dibantah karena urbanisasi adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan ini. Pembahasan yang lebih penting adalah bagaimana bentuk kampung di kemudian hari.
 
Kenyataannya, kampung sebuah bentuk entitas masyarakat yang sangat penting posisinya sebagai penunjang keberhasilan kita atas penataan kota. Kampung dan kota adalah kunci utama yang paling penting untuk pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut penting untuk perencanaan lainnya seperti Hak Atas Kota dan Hak Atas Rumah, yang dimiliki oleh setiap orang yang tinggal di dunia ini.
 
Permasalahan lainnya ada pada sistem prasarana yang kurang memadai, hal ini dirasakan oleh kampung, semuanya dikomersialisasikan dan diprivatisasi, lunturnya kegotongroyongan di dalam masyarakat, dan ketokohan lokal yang diperlukan oleh kampung menghilang, sehingga tidak ada sosok yang memimpin atau menggerakkan kampung itu sendiri.
 
Selain permasalahan tersebut, inkonsistensi dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah entah pemerintah daerah atau pusat juga menciptakan keambiguan dan kebingungan pada masyarakat kampung. Hal ini harus dirapikan dan diperbaiki, sehingga keberadaan kampung akan terus lestari. Warga kampung harus terus berjuang untuk mempertahankan hak dan martabatnya.
 
Hal yang bisa dilakukan adalah menghargai segala kontribusi kampung dalam membentuk masa depan kota di Indonesia. Hal ini mendorong harus adanya kontribusi advokasi terpadu terhadap kampung, sehingga ada keselarasan dan kekuatan dari berbagai pihak untuk terus mempertahankan dan melestarikan keberadaan kampung di Indonesia ini.
 
Harus diingat sebenarnya masa depan kampung tergantung pada perjuangan dari masyarakat kampung itu sendiri, maka dari itu keluwesan dalam melakukan strategi mengorganisir dan menjaring relasi adalah hal yang paling penting. Pemaparan yang menarik dari dua sudut pandang ini disambut dengan antusias dari anggota diskusi yang ada. Banyak pertanyaan yang muncul bagaimana bentuk kampung hingga cara apa yang dapat dilakukan.
 
Banyak insight baru muncul selama diskusi berlangsung, yang tidak dapat disimpulkan, karena untuk terus menjaga kampung mesti dengan terus menjaganya dengan berbagai cara dan terus melakukan inovasi baru mengikuti perubahan zaman sekarang ini. Masyarakat kampung harus dapat berpolitik untuk dapat terus mengorganisasi, dapat membangun jejaring, hingga dapat memiliki kekuatan untuk mempertahankan tempat hidupnya.
 
Penggusuran dalih Pembangunan
Srawung kampung sesi kedua diisi oleh pembicara yang tidak kalah menariknya dari sesi pertama. Sesi pertama terkait tema sejarah kampung dan bagaimana kampung bisa bertahan di kemudian hari, pada sesi kedua ini diisi dengan bagaimana kondisi kampung dalam sudut pandang ketidakadilan dan penggusuran, yang disampaikan oleh Dian Irawaty dari University of California. Materi dengan judul Security of Tenure and the Alternative towards Displacement yang diawali dengan pertanyaan, apakah ada saran lain yang lebih baik dari penggusuran?
 
Penggusuran adalah langkah yang sering diambil oleh pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Pembangunan yang diperuntukan untuk kepentingan kota yang dibelakangnya ada banyak sekali korporasi besar dengan kebutuhan mereka menempati lahan perkampungan dan diubah menjadi sebuah bangunan perusahaan mereka.
 
Proses penggusuran paksa tersebut adalah sebuah narasi yang dominan yang ada di mungkin seluruh negara di bagian bumi ini. Penggusuran tersebut terjadi untuk kepentingan korporasi namun seringkali masyarakat kampung menjadi kambing hitam oknum sebagai pihak yang salah. Semua itu adalah dampak dari modernisasi yang berjalan sedemikian rupa di kehidupan kita. Dampak modernisasi yang dirasakan oleh kelompok masyarakat kampung sangatlah tidak mengenakan hati karena mereka selalu berada di posisi yang tidak menguntungkan seperti dianggap sebagai sumber masalah, sumber bencana, sumber kekotoran.
 
Mereka dianggap kumuh, tidak taat aturan, menciptakan penyakit, dan tingkat kejahatan yang tinggi. Selain penggusuran yang disebabkan oleh kepentingan pemilik modal dan pemerintahan itu sendiri, di India penggusuran dilakukan juga oleh pengadilan. Selain hal di atas, kebutuhan yang sebenarnya diprakarsai oleh banyak perusahaan di dunia, yang membuat kegiatan internasional seperti Olimpiade, Euro, Piala Dunia, Asean Games, dan yang lainnya menyumbang angka penggusuran yang ada di dunia ini.
 
Proses mega event tersebut membuat dan membutuhkan pembangunan yang signifikan dan besar, diantaranya menggusur keberadaan kampung. Penggusuran yang terjadi juga menimpa penggusuran lahan hijau sehingga dapat mencemari lingkungan. Narasi masyarakat kampung sebagai penyebab masalah sosial menyebabkan mereka dipindahkan ke tempat tertentu untuk dalih pengamanan dan perbaikan lahan.
 
Seperti pada masyarakat yang dipindahkan ke rumah susun yang ada di Jakarta. Mereka dianggap sebagai penyebab banjir dan kerusakan yang lainnya. Pemindahan tersebut hanya dianggap sebagai sebuah alasan kebaikan, namun ketika lebih jauh kita pahami, terjadinya penggusuran dikarenakan pemerintah sendiri tidak memahami kampung dari sisi lain, yakni kampung sebagai sebuah cara hidup masyarakat.  Mereka tergerus modernisasi sehingga menganggap pembangunan adalah cara membangun gedung tinggi dan banyak pabrik, namun tidak berorientasi membangun kampung menjadi sebuah kekayaan dan bagian dari kota itu sendiri.
 
Krisis Iklim
Selain berbicara dari segi gerakan sosial yang dilakukan oleh warga kampung guna mempertahankan ruang hidup mereka, sesi ini juga membahas terkait bagaimana kampung-kampung di Indonesia yang ada di pinggir kota mudah terkena krisis iklim. Materi ini disampaikan oleh Erwin Nugraha dari University of Twente dengan sangat menarik. Kampung sendiri adalah sebuah ruang yang menjadi dampak dari kontestasi di daerah perkotaan yang keberadaanya terabaikan. Terabaikan di sini bisa jadi secara disengaja ataupun memang tidak disengaja, namun pengabaian ini sama artinya sebagai pengabaian itu sendiri.
 
Kampung menjadi sosok yang terkena dampak megahnya pembangunan perkotaan. Problem emisi, polusi akibat pembangunan perkotaan menyerang juga perkampungan yang ada di pinggiran perkotaan tersebut. Kampung akhirnya menjadi objek intervensi teritorial yang bias dari sirus perkotaan dalam pembangunan iklim. Salah satu cara untuk mengentaskan permasalahan iklim ini, pemerintah membangun kebijakan yang berbentuk kegiatan, yakni Proklim (Program Kampung Iklim), yang diperuntukan sebagai sebuah program yang memberikan apresiasi terhadap partisipasi aktif masyarakat yang telah melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang terintegrasi.
 
Hal ini diharapkan dapat mendukung target dari penurunan emisi Gas Rumah Kaca nasional dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi. Batas perkotaan atau pinggiran adalah batas antara kota dan kampung atau pinggiran sebagai dinding perkotaan. Ruang hidup di perkotaan yang rentan terhadap perubahan iklim adalah mereka yang hidup di dalam habitat yang mungkin perubahan iklim yang tidak jelas.
 
Melihat kampung dari berbagai segi memang menarik dan sangat penting untuk diketahui. Berbagai keilmuan sudah seharusnya memiliki pandangan dan ikut untuk membangun kampung. Seperti materi yang disampaikan oleh Agung Wibowo, seorang praktisi dan akademisi kesenian yang melihat dan membongkar kampung dari sudut pandang kesenian yang ada. Ia menjelaskan kedekatan masyarakat dengan kesenian yang berkembang di dalam masyarakat kampung itu sendiri.
 
Sedangkan Agung Wibowo dari La Rochelle Universite membedah terkait kesenian Ludruk yang ada di daerah Jawa Timur. Kesenian Ludruk sendiri adalah gambaran masyarakat yang dekat dengan seni. Mereka adalah masyarakat yang berseni, dan seni yang ada di dalam masyarakat. Selain ludruk banyak kesenian yang masih ada, seperti reog, dan banyak juga yang akan hilang seperti wayang orang dan sebagainya.
 
Ludruk disinyalir secara historis sudah ada pada abad 13 dan dimulai di abad 19-an. Ludruk sangat otentik dengan kehidupan di dalam masyarakat. Semua hal yang ditampilkan adalah sesuatu yang mungkin tidak akan ditemui di dalam dunia nyata, atau sesuatu yang ada di dunia nyata yang tidak bisa dipraktIkkan, akhirnya memiliki ruang di dalam ludruk.
 
Teater ada di masyarakat dan di masyarakat ada teater yang menjelaskan hubungan kuat antara masyarakat dengan teater. Hiburan di dalam masyarakat memiliki banyak sekali fungsi seperti hiburan, kritik, atau banyak hal lagi yang berasal dari perasaan masyarakat itu sendiri.
 
Semua penjelasan ini menekankan bahwa sebenarnya seluruh disiplin ilmu memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan kampung. Ketika kita dapat melihat semua sisi dari kampung dan bekerja bersama untuk mempertahankan kampung sebagai kekayaan yang tidak bisa terlepas dari kota itu sendiri.
 
Oleh Ringgana Wandy Wiguna Mahasiswa Sosiologi FISIP UNS


Berita Terkait