Warta : Kampungnesia, Solo Masa Depan adalah Solo Masa Lalu

Mungkin setiap warga masyarakat perkotaan tidak sadar bahwa kampung merupakan motor penggerak kehidupan urban. Berawal dari kampung inilah nilai dan identitas sebuah kota terbangun meski terkikis modernitas. Menyadari peran penting kampung tersebut, dua orang dosen dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Akhmad Ramdhon (Sosiologi) dan membuat proyek bertajuk Kampungnesia pada tahun 2011. Pada perkembangannya Kampungnesia menjadi sebuah tim yang merupakan gabungan dari mahasiswa Sosiologi, Arsitektur, serta Perencanaan Wilayah dan Kota UNS.

‘Proyek kami sederhana yaitu mendokumentasikan kota Solo melalui kampung-kampungnya. Dari situ kita menemukan banyak hal seoerti sejarah, dinamika, potensi fisik dan non fisik termasuk bangunan.Kota ini tumbuh melalui fondasi sejarah, ini yang ingin kita gali kembali. Tujuannya kota ini harus tumbuh dengan pondasi sejarah masa lalu. Kalau tidak kota akan tumbuh liar. Ini sebabnya menjadi penting untuk mendokumentasikan,” tutur Ramdhon.

Aktivitas dokumentasi yang dilakukan kampungnesia meliputi video, foto, merancang desain maket kampung bekerjasama dengan mahasiswa arsitektur UNS, serta melibatkan warga masyarakat di dalamnya. Kelak, hasil dokumentasi ini jadi hak milik warga kampung dan kota.

“Kita buat akun sosial media, video, foto, dan yang terkait karena hal-hal tersebut merupakan konten anak muda. Kampungnesia menggaet anak muda untuk tertarik dengan kampung karena mereka bagian dari kampung. Kita libatkan juga orang kampung karena mereka sendiri yang menulis sejarah kampungnya,” terang pria kelahiran Tegal 13 Agustus 1978 ini.

Kota harus tumbuh dengan relasi masa lalu dan masa depan, inilah yang dipercaya olehnya. Terlebih Kota Solo merupakan kota lama yang terdiri kampung-kampung kuno.  Menurutnya, sekitar 30 kampung kuno sudah didokumentasikan. Secara bertahap kampung itu akan dibuat profil. Contohnya, kampung Kauman Pasar Legi yang menonjolkan sisi heritage, kampung Kauman kompleks Masjid Agung dengan ciri batik dan perubahannya serta kampung Sudiroprajan yang memiliki warna etnis China dengan Barongsainya.Saat ini, tim Kampungnesia sedang fokus pada proyek dokumentasi Kampung Kalirahman dimana terdapat bangunan bersejarah yang bernama nDalem Joyomartanan.

Dokumentasi dalam bentuk riset yang dituangkan ke buku dan foto ternyata memunculkan ide untuk membuat film dokumenter. Sehingga, program riset di kampung-kampung Solo kini terus berjalan. Bahkan mahasiswa dari Universitas lain juga tertarik untuk melakukan hal yang sama. Hal ini disambut baik oleh Ramdhon karena menurutnya potensi kampung kuno di Solo sangat besar untuk digarap.

Selain mahasiswa, keterlibatan siswa-siswa SMA yang tinggal di kampung-kampung juga berperan  untuk mempercepat dan memperdalam pengungkapan materi. Karena merekalah yang mengetahui persis potensi kampung, termasuk penduduk lama yang masih ada. Mereka diperankan sebagai saksi untuk mengungkapkan berbagai hal yang ada di kampungnya.

Dengan potensi sebesar ini, menurut Ramdhon, dibutuhkan komitmen dari pemerintah yang lebih besar karena kota ini tumbuh dari basis sejarah. Pelabelan Bangunan Cagar Budaya (BCB) dari Pemerintah Kota (Pemkot) Solo memang merupakan awal untuk memberi status suatu benda bersejarah. Namun, pria tersebut menekankan bahwa setelah menyandang status BCB, masih dibutuhkan support Pemkot untuk melestarikannya terutama karena biaya perawatan yang besar.

“Harus ada komitmen lebih dari apa yang dilakukan sekarang. Pemkot sudah cukup progresif tapi tantangan jauh lebih besar contohnya biaya perawatan. Dengan ide kota budaya Pemkot harus menekankan bahwa bangunan tidak boleh direhab dengan model baru. Tapi bagaimana mereka bisa tetap melestarikan? Ini yang membutuhkan perhatian pemerintah terutama dukungan finansial untuk revitalisasi. Ini mau tidak mau mutlak harus dilakukan,” terangnya.

Meski banyak bangunan bersejarah yang dimasukkan dalam Surat Keputusan BCB oleh Pemkot, tetapi tidak sedikit bangunan yang hancur atau diubah bentuk fisiknya di Solo. Hal ini tidak bisa dihindari mengingat beberapa tahun belakangan ini Kota Solo makin agresif pertumbuhannya. Masyarakat Solo belum ada kesadaran bahwa kota ini dimiliki warga untuk mengidentifikasikan kota sekaligus perubahannya.

“Mereka tidak menyadari apa jadinya bila warisan budaya tidak dilestarikan. Kita akan tumbuh tanpa identitas terutama menghadapi perubahan. Tanpa identitas apa sih artinya? Itu sama saja seseorang yang tidak punya nama. Identitas jadi bingkai tumbuhnya kebudayaan yang alami dan sehat.Harapannya anak muda mengenali kembali sejarah kampung dan dengan mengenali sejarah kampung mereka akan bertumbuh dan masa depan dibingkai dari kenangan dan sejarah masa lalu agar lebih baik. Kita cuma bisa nyumbang dengan cara seperti ini,” terang Ramdhon. (Arum Rokka)

 

Sumber : http://koranjitu.com/lifestyle.detail/9861/Kampungnesia,.Solo.Masa.Depan.adalah.Solo.Masa.Lalu#

Berita Terkait