Merekam Kali Pepe : Selepas Hotel-Kota

Kondisi Kali Pepe diarea ini masuk kawasan yang relatif sudah tertata rapi, hanya ada beberapa bangunan yang berada di sepadan Kali Pepe. Tepatnya 100 meter setelah hotel Pose In sudah mulai beralih fungsi sepadan Kali yang digunakan oleh warga untuk mendirikan bangunan.  Rumah warga tertata rapi disamping badan jalan, dari sepanjang hotel Pose In hingga monumen Ponten ini terbelah menjadi dua kampung. Di sisi kanan ada kampung Ketelan, sedangkan di sisi kiri ada kampung Kestalan. Dengan adanya hotel Pose di sisi timur Kali, membuat Kali Pepe terlihat berbeda dibandingkan daerah lainnya. Namun pesatnya pembangunan pemukiman di sekekitar pinggiran Kali Pepe berbanding terbalik dengan kondisi yang semakin memprihatinkan. Kondisi Kali di bawah jembatan di samping hotel Pose In terdapat banyak sampah mulai dari plastic, paving dan batu bata sampah yang tersangkut dan menghalangi aliran air. Sedimen berukuran 120 cm terdapat di sisi kanan dasar Kali dan ditumbuhi tanaman bayam, semangka, rumput, dan kangkung. 
 
Ditengah aliran Kali juga banyak tumbuh tanaman enceng gondok yang bergerombol tersebar di beberapa lokasi. Kedalaman air pada titik ini berkisar 10 cm hingga 30 cm pada musim kemarau dan akan meningkat hingga 4m sampai 5 meter pada musim penghujan. Jenis fauna yang ditemukan pada titik ini antaara lain capung, kadal, semut, ikan cetul, kumbang, kupu-kupu, dan laba-laba. Berlanjut pada area berikutnya, pada titik ini terdapat tiga buah sedimentasi yang berukuran 6 m, 10 m, dan 4 m. Eceng gondok yang tumbuh di tengah aliran air sedikit lebih banyak dari pada 70 meter pertama. Kedalaman air berkisar 20 cm hingga 35 cm pada musim kemarau dan akan meningkat juga pada musim hujan. Jenis fauna yang ada di area dasar Kali sama dengan yang ada di titik 70 meter pertama. Kemudian untuk kondisi berikutnya, sedimen sudah tidak lagi nampak. Namun populasi eceng gondok di pinggir aliran sangat banyak dan menyebabkan sampah-sampah yang hanyut tersangkut. Kedalaman air pada titik ini berkisar 25-40 meter pada musim kemarau dan akan meningkat hingga 5 meter pada musim hujan. Fauna yang ditemukan sudah mulai berkurang pada titik ini. Fauna tersebut antara lain capung, ikan cetul, dan ikan lele.
 
Menyusuri sisi kiri dari kali Pepe yang mana merupakan kampung Kestalan. Sepadan di dekat hotel Pose In sudah digunakan atau dibangun sebuah taman oleh pihak hotel. Dekorasi taman yang tidak ditemukan di segmen manapun. Ada sebuah jembatan kecil yang menghubungkan hotel dengan taman Monumen Pembangunan. Di kawasan kampung Kestalan begitu tersentuh pembangunan yang berbeda dengan area berikutnya. Jalan yang semula paving kini sudah berganti dengan aspal dengan taman yang menghiasi berganti dengan pagar buatan pemerintah. Pagar ini menurut dari pemaparan warga sekitar digunakan untuk pengamanan untuk anak kecil. Saat berjalan siang hari mngkin menemukan jemuran pakaian yang cementhel di pagar yang digunaka oleh warga. Vegetasi di dominasi oleh pohon mangga. Pohon mangga ini adalah tanaman dari Pemkot, kalau ada tanaman lain, seperti pohon pisang, pepaya, dan lamtoro itu ditanami oleh warga sekitar sendiri. Dititik ini, sepadan Kali Pepe dibangun seperti sebuah kebun oleh pemerintah dengan panjang 30 meter dari jembatan kecil dekat TK menuju arah hotel, dengan lebar 2.5 meter. Warga memanfaatkan bangunan tersebut untuk becocok tanam, seperti menanam cabai, pepaya lamtoro, pisang dan tanaman palawija lainnya. Namun di sekitar sepadan yang ada di kampung Kestalan sering dijadikan sebagai tempat buang limbah sehingga menimbulkan bau yang sangat menyengat. 
 
Selain itu, pada sisi kanan vegetasi yang berada di sekitaran sepadan Kali terdiri dari tanaman hias yang sengaja ditanam oleh masyarakat kampung Kestalan. Tanaman yang ada antara lain : palm, bougenville, lidah buaya, srikaya, mangga, kamboja, dan jambu biji. Di sisi ini juga ada banyak perbedaannya dengan sisi kiri, salah satunya yaitu kondisi pinggir sepadan yang tidak terdapat pagar seperti yang ada di sisi kiri. Selain itu, di sisi kanan juga terdapat beberapa bangku semen yang dibuat oleh warga kampung Ketelan untuk bersantai di pinggir Kali pada sore hari. Rumah warga Kampung Ketelan yang ada di pinggiran cenderung padat namun rapi. Di kampung Ketelan terdapat sebuah monumen yang berada di pinggir Kali. Monumen tersebut adalah Monumen Pembangunan yang dibangun pada tahun 1993 dan diresmikan oleh Ibu Tien Soeharto yang merupakan istri dari Pak Soeharto yang pada sat itu menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Menurut warga monumen tersebut dibangun untuk memperingati pembangunan talud di sepanjang Kali Pepe yang dilaksanakan pada tahun 1990 dan selesai tahun 1993.
 
Setelahnya, kondisi sepadan mulai berbeda. ada bagian sepadan terdapat salah satu warga kampung Ketelan yang membangun warung makan non permanen. Selain warung, di sepadan juga dibangun pos ronda oleh warga Ketelan. Mulai dari jembatan kecil samping pos ronda hingga monumen Ponten, kondisi fisik di sekitar Kali Pepe juga sudah berbeda dari 100 meter sebelumnya. Ponten sendiri adalah salah satu cagar budaya yang dibangun pada tahun 1936 atas perintah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkunegara VII. Rancangan bangunannya dipercayakan kepada Hermans Thomas Karsten, seorang arsitek asal Belanda. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat MCK (Mandi, Cuci dan Kakus) bagi warga sekitar. Namun selepas lama difungsikan, Pemkot kemudian menetapkan Ponten menjadi bangunan cagar budaya (BCB) melalui Surat Keputusan (SK) Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 646/116/I/1997 untuk kemudian diperbaiki kondisinya tapi tidak untuk digunakan kembali. Dsamping jembatan sudah dibangun 4 rumah permanen yang dibangun relative dekat dengan Kali. Rumah tersebut dihuni oleh 5 kepala keluarga. Selain rumah warga, di sekiar sepadan juga berdiri 2 warung makan non permanen. Vegetasi yang ada di sekitar sepadan mulai berkurang jumlahnya, yang ditanam warga di sekitar sepadan antara lain pohon mangga, matoa, dan beberapa tanaman hias seperti bougenville. 
 
Beberapa warga kampung Kestalan melihat Kali Pepe mempunyai beberapa masalah, mulai dari baunya yang menyengat, banyak jentik nyamuk, dan banjir (yang mengalami warga sekitar monumen Ponten). Karena kotornya Kali dan sedikitnya debit air yang memenuhi membuat aliran air menjadi macet, sehingga membuat banyaknya nyamuk, dan tertimbunnya sampah di sekitar rumah mereka yang mengakibatkan bau yang tak sedap dari Kali. Menurut penuturan warga sekitar, debit air berkurang sejak terminal Tirtonadi dibangun pertama kali. Menurut penuturan bapak Sumarno warga kampung Kestalan RT 03/RW 03, tahun-tahun ketika beliau masih kecil Kali Pepe digunakan untuk berenang atau bermain. Berdasarkan informasi warga, pada tahun 1960-an Kali Pepe memiliki wujud fisik yang sangat jauh berbeda dengan yang sekarang. Pada periode itu, Kali Pepe khusunya yang di area ini memiliki bentuk sederhana. Talud yang berdiri kokoh di pinggir aliran Kali Pepe hanya berwujud tanah yang ditumbuhi rerumputan serta semak hujau di seluruh permukaannya sehingga memberi kesan sejuk bagi yang melihatnya. Tinggi talud pada saat itu kurang lebih sekitar 3 meter. Luas dasar aliran air pun pada saat itu hanya selebar dua sampai tiga meter saja. Pada bagian dasar Kali terdapat lapisan pasir dan bebatuan. Kondisi airnya pun pada saat itu sangat jernih dan tenang. Kondisi aliran air masih alami dan belum tercemar oleh sampah atau limbah yang dibuang oleh warga sekitar. Berbagai jenis ikan dapat ditemukan di aliran air Kali Pepe yang masih alami tersebut, diantaranya: ikan wader, ikan cetul, ikan sepat, ikan gabus, kepiting, keong, dan berbagai jenis hewan yang hidup di air tawar lainnya. Area sepadan yang ada pada era ini hanya berkisar 50 cm sampai 1 m yang bebas dari banguan. Pada bagian sepadan, terdapat rerumputan hijau yang tumbuh subur menghias sepanjang sepadan. 
 
Selain rumput, terdapat beberapa pohon buah yang tumbuh baik secara alami ataupun sengaja ditanam oleh warga pinggiran Kali Pepe agar suasana di pinggiran Kali terasa sejuk dan rimbun.  Sepadan wujudnya pun masih berupa tanah dan belum ada bangunan yang berdiri di area sepadan. Warga yang tinggal di sekitar pinggiran Kali Pepe pada tahun 1960-an memanfaatkan area di sekitar pinggiran Kali untuk beraktifitas di sore hari baik sekedar untuk mengobrol dengan tetangga ataupun menemani anak-anak yang sedang bermain di sekitar pinggir Kali Pepe sembari menyuapi anak-anak mereka makan. Pada saat itu area sepadan masih berbatasan langsung dengan jalan. Jalanan yang ada di pinggir Kali Pepe dulunya selebar 3 m–4 m dan juga masih berupa jalan tanah yang belum diaspal atau dibeton. Memasuki tahun 1990, kondisi Kali Pepe mulai mengalami perubahan. Pada tahun 1991, pemerintah melaksanakan proyek pembangunan di sepanjang aliran Kali Pepe mulai dari hulu sampai hilir. Proyek yang berjalan selama kurang lebih 2 tahun. tersebut berupa pembangunan talud yang tadinya berupa tanah berubah menjadi tembok batu. Ukuran talud yang pada awalnya hanya setinggi sekitar 3 meter berubah menjadi setinggi sekitar empat meter.  Luas dasar Kalipun diperlebar menjadi sekitar 5 meter. Karena talud sudah berbentuk tembok batu, maka sudah sulit ditumbuhi rumput. Pada bagian aliran Kali, kondisi air sudah tidak sejernih dulu dan lebar aliran air tidak sesempit sebelum pembangunan talud. 
 
Ragam fauna yang hidup di sepanjang aliran Kali tidak jauh berbeda setelah adanya proyek pembangunan talud. Namun jumlahnya tidak sebanyak sebelum ada proyek karena memang banyak hewan yang terganggu dan berpindah karena terusik dengan adanya aktivitas proyek. Karena adanya pembangunan talud, maka tumbuhan yang ada di area sepadan terpaksa dibersihkan. Area sepadan juga mengalami perluasan sekitar 1 m–2 m. Kondisi sepadan yang dulunya rimbun dan sejuk berubah menjadi gersang dan panas. Warga harus merelakan tanaman-tanaman tersebut dimusnakan. Setelah berakhirnya proyek pembangunan Kali Pepe pada tahun 1993, warga mulai kembali menanam berbagai tanaman di sekitar sepadan dengan harapan sepadan kembali menjadi hijau dan tidak lagi gersang. Era yang kini sudah menjadi kenangan saja, karena sudah tidak bisa dilakukan saat ini. Mulai debit air yang berkurang, sampah yang memenuhi Kali, kualitas air yang dianggap kurang baik, dan pagar yang seolah menjadi pembatas terhadap berbahayanya Lali Pepe terhadap warganya yang membuat Kali kini sebagai sumber masalah saja bagi masyarakat sekitaran Kali Pepe, termasuk aktivitas prostitusi. Kegiatan gotong royong masyarakat Kestalan untuk membersihkan Kali Pepe juga sangat minim. Mereka hanya membersihkan tanaman yang tumbuh menempel di dinding talud dan kegiatan tersebut tidak dilakukan secara rutin, melainkan hanya dilakukan ketika tanaman yang tumbuh dirasa sudah banyak. Warga tidak melakukan aktivitas pembersihan dasar Kali karena kurangnya ketersediaan alat yang memadai. Kegiatan gotong royong yang rutin hanya dilakukan warga dengan periode satu tahun sekali, yaitu pada bulan Agustus menjelang HUT RI.
 
Ditempat yang berbeda, warga kampung Ketelan memiliki kepedulian yang lebih pada Kali Pepe. Hal ini ditunjukan dengan adanya kegiatan gotong royong untuk membersihkan Kali Pepe yang diadakan warga sebulan sekali. Warga biasanya membersihkan area sepadan mulai dari sekitar monumen pembangunan hingga pos ronda serta membersihkan tanaman yang tumbuh di permukaan sedimentasi ataupun yang menepel di talud. Menurut Ibu Pratami selaku warga kampung Ketelan yang rumahnya menghadap langsung ke Kali Pepe, warga di kampung Ketelan selalu diberi sosialisasi untuk merawat Kali Pepe melalui kegitan ibu-ibu PKK, Rapat RT, dan kegiatan organisasi kampung lainnya. Dengan adanya sosialisasi tersebut, kesadaran warga untuk merawat Kali Pepe mulai meningkat. Warga sudah mulai sadar untuk tidak membuang sampah meskipun masih terdapat beberapa warga yang membuang sampah sembarangan di Kali. Selain itu, warga yang tinggal di pinggir Kali sudah memperhatikan kebersihan sepadan yang ada di depan rumah mereka dan menganggap sepadan tersebut adalah taman bagian dari rumah mereka. Warga pun tidak segan-segan menanam dan merawat tanaman di sepadan. Namun tetap saja, warga di kampung Kestalan juga mengeluh tentang sampah, bau tidak sedap serta banyaknya nyamuk yang dengan mudah berkembang biak di Kali Pepe. Meskipun warga sudah melakukan pembersihan Kali setiap bulannya, masalah sampah yang terdapat di Kali Pepe tidak pernah dapat diatasi. Warga mengatakan bahwa sampah-sampah yang memenuhi Kali adalah akibat dari ulah warga yang berada di hulu yang membuang sampah. Selain ibu Pratami, ada juga bapak Arifin yang mengeluhkan tentang masalah yang tidak kunjung dapat diatasi oleh warga dan pemerintah, yaitu masalah sampah. Menurut bapak Arifin, tanpa adanya kesadaran dari masarakat di sepanjang aliran Kali Pepe untuk tidak membuang sampah, maka Kali Pepe yang bersih dan indah hanya akan menjadi impian belaka. Pinggiran Kali Pepe yang dulu digunakan warga untuk berkumpul dan tempat bermain anak-anak, kini sudah berubah kondisinya. Wargapun enggan berkumpul dan anak-anak terpaksa bermain di pinggiran Kali Pepe ditemani bau tidak sedap dan serangan nyamuk.
 
 
Diambil dari Merekam Kali Pepe
KampungnesiaPress, 2017 
 

Berita Terkait