16th : Merayakan Kebersamaan

9 Februari 2016: terasa istimewa, sebab Pasoepati telah memasuki setidaknya 16 tahun perjalanan menjadi salah satu kelompok suporter. Ada banyak alasan untuk mensyukuri semua perjalanan yang ada dan telah dilalui, oleh setiap kita yang menggemari bola, mencintai dan mendukung klub di kota Surakarta. Perayaan atas perjalanan tersebutlah yang kemudian dihadirkan oleh teman-teman Pasoepati Campus dengan merilis buku Kota, Klub dan Pasoepati: Satu Dekade Dinamika Kelompok Suporter Surakarta (Devi Fitroh Laily, 2016).

Tentu semua dinamika perjalanan panjang Pasoepati tidak dimonopoli oleh narasi yang indah, namun juga menyimpan beberapa catatan untuk dijadikan bahan evaluasi bersama. Bahwa Pasoepati telah tumbuh, besar dan kuat, dimana semua orang bangga menjadi bagiannya maka kondisi tersebut bisa kita sepakati bersama. Namun untuk menjadi besar Pasoepati tetap melalui banyak peristiwa yang mesti dicatat sebagai bagian dari proses untuk menjadi besar. Begitu juga semua peristiwa yang telah dilewati baik maupun buruk harus dimaknai sebagai ruang untuk kita mengevaluasi bersama agar kita punya kesempatan untuk tumbuh bersama-sama. Semua proses tersebut, yang kemudian dicoba direkam dan dihadirkan dalam narasi buku Kota, Klub dan Pasoepati: Satu Dekade Dinamika Kelompok Suporter Surakarta.

Fase-fase awal menjadi titik krusial bagi Pasoepati. Tantangan untuk mempertaruhkan apakah kota Surakarta membutuhkan kelompok supporter yang terorganisir atau tidak sama sekali dan rekaman atas situasi itu, tercatat dalam beberapa dialog lewat media. Gagasan yang semakin luas tak terhindarkan ketika kebutuhan bersama untuk membentuk kelompok suporter diinisiasi oleh beberapa inividu, yang pada akhirnya membentuk Pasoepati pada 9/02/2000 (hal 30-32). Kesepakatan untuk menetapkan Sapta Marga (mendukung menang maupun kalah, cinta damai, sportif, tidak malima, kreatif, aman dan menjaga kebesaran klub) menegaskan upaya Pasoepati sebagai kelompok suporter yang hendak merevolusi citra suporter sepak bola.

Antusiasme sesudah lahirnya Pasoepati melebihi prediksi siapapun. Gelombang ribuan bahkan puluhan ribu penonton yang datang ke Manahan memicu atmosfer baru pertandingan di stadion Manahan, maupun di kota Surakarta secara keseluruhan. Keberadaan Pasoepati menjadi identitas nan mengikat siapapun untuk menjadi bagian didalamnya dan melintasi suku, agama maupun ras yang ada. Simpul-simpul suku dari berbagai wilayah kemudian semakin jamak dan meluas bersamaan semakin tereksposenya Pasoepati lewat media massa. Materi yang hadir dalam liputan media, tidak hanya jalannya pertandingan namun juga memberi kuota khusus bagi kemeriahan Pasoepati di Manahan. Sebuah fase konsolidasi yang sangat cepat dan kemudian hasil konsolidasi yang ada diuji lewat agenda tour ketika klub melakukan pertandingan away. Catatan manis yang ditorehkan di tour ke Surabaya (6/04/2000) benar-benar memberi efek bonus bagi Pasoepati baik dalam skala lokal, regional maupun nasional.

Keberadaan Pasoepati benar-benar merubah konstelasi kota Surakarta. Proses konsolidasi awal memungkinkan Pasoepati secara independen mampu menempatkan diri dalam relasinya dengan klub, manajemen maupun stakeholder kota lainnya. Semua kondisi tersebut tervalidasi ketika klub silih berganti datang dan pergi, eksistensi Pasoepati tak tergantikan. Proses konsolidasi kemudian berlanjut bersamaan dengan disepakatinya langkah melembagakan Pasoepati secara dalam bentuk DPP Pasoepati (hal. 53). Fleksibilitas organisasi memungkinkan beragam bentuk negosiasi Pasoepati dalam kompleksitas yang terjadi. Peran Pasoepati kemudian tidak hanya hadir dalam jadwal pertandingan di Manahan namun juga meluas dalam beragam event di ranah publik kota Surakarta.

Pengalaman atas relasi klub yang rentan, menginisiasi kesepakatan untuk mendukung PERSIS Solo (VVB, 1923) sebagai pilihan yang berani sekaligus menegaskan kemandirian dengan segala resiko yang ada. Termasuk kontestasi di internal Pasoepati dalam relasi-relasi politis, bersamaan dengan dinamika politik lokal yang berkembang. Kondisi yang sama juga berulang kelak pada saat dualisme sebagai akibat konflik kepengurusan asosiasi diskala nasional (hal. 73-75). Ragam tantangan yang lain, diantaranya manajerial atas bentuk-bentuk konflik baik internal maupun eksternal yang terkait dengan kota-klub hingga asosiasi. Dimana semua bentuk konflik akan melibatkan semua relasi dengan stakeholder kota, khususnya aparat keamanan. Semua dinamika yang ada dan dilewati bersama-sama, secara otomatis berkontribusi pada upaya untuk membangun kedewasaan Pasoepati.

Fase akhir dari dinamika Pasoepati akhirnya hadir dalam diskursus tentang pengelolaan klub untuk lebih baik (hal. 102). Beragam wacana yang muncul dan menjadi diskusi yang semakin luas ditopang oleh keberadaan media sosial yang pada saat bersamaan menampilkan pesan-pesan individual, maupun kelompok. Semakin terbukanya ruang-ruang aspirasi oleh media dan teknologi menuntut semakin terbuka dan semakin membaiknya pengelolaan atas klub. Karena sudah sewajarnya klub tidak dikelola sepihak oleh manajemen sekaligus mengabaikan keberadaan suporter disisi lain. Keberadaan dan kesediaan Pasoepati untuk berjalan bersama klub menjadi modal besar bagi manajemen untuk bersama-sama memujudkan mimpi bersama tentang kebanggaan atas sejarah Persis Solo yang gemilang.

Pada titik inilah, setiap elemen Pasoepati kemudian hadir dengan beragam bentuk kostribusi. Teman-teman Pasoepasti Campus mencoba memberi sumbangan dalam bentuk upaya menggali kembali semua narasi panjang sepak bola di Surakarta. Berawal dari titik mula untuk menuliskan kembali dinamika Pasoepati selama satu dekade, sedianya dapat menjadi cermin bersama. Tentu tidak sempurna upaya tersebut tapi apa yang sudah dihadirkan bukan semata-mata susunan keping kisah-kisah individu namun kisah besar, kisah bersama dan kisah Pasoepati yang hadir. Sedianya proses tersebut berlanjut dengan upaya untuk menghadirkan keping-keping narasi sepak bola di kota Surakarta. Format crowdfunding yang dipilih menjadi komitmen bersama untuk tetap bersama-sama menjadi bagian dari kota dan Pasoepati.

Terakhir, saya bersyukur karena melihat banyak peristiwa dalam dinamika Pasoepati sampai satu dekade lebih perjalanannya. Dan saya bersyukur semua proses tersebut didokumentasikan dan hadir dalam buku yang bisa diakses secara luas oleh upaya teman-teman Pasoepati Campus. Perayaan pada saat dirilisnya buku Kota, Klub dan Pasoepati: Satu Dekade Dinamika Kelompok Suporter Surakarta tidak hadir tiba-tiba namun lewat berbagai pertemuan yang intens. Semoga perayaan tersebut dapat menjadi kado yang manis buat Pasoepati dan jelas bukan kado terakhir. Karena akan semakin banyak yang terlibat untuk bersama-sama merayakan kebersamaan untuk menjadi bagian dari kota, klub dan kebersamaan menjadi Pasoepati.
 
 
Akhmad Ramdhon
Sosiologi FISIP UNS
http://pasoepati.net/pasoepati-16th-merayakan-kebersamaan/
 
 

Berita Terkait